ringgit-wacucal.blogspot.com ad tags Popunder Popunder_1 JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS) SocialBar SocialBar_1 JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS)

Thursday, June 22, 2017

Sejarah Jaka Tingkir alias Sultan Hadiwijaya



Samarqand di Asia tengah dikenal sebagai daerah Islam yang menelorkan ulama-ulama besar seperti sarjana hadist terkenal yaitu Imam Bukhari yang mashur sebagai perawi hadits sahih.
Di Samarqand ini ada seorang ulama besar bernama Syekh jamalluddin Jumadil Kubra, seorang Ahlussunnah , beliau mempunyai seorang putra bernama Ibrahim. Karena berasal dari Samarqand maka Ibrahim kemudian mendapat tambahan Samarqandi sehingga menjadi Ibrahim Samarqandi . Orang jawa sangat sukar mengucapkan Samarqandi maka mereka hanya menyebutkan sebagai Ki Hajar Asmorokandi.
Ki Hajar Asmorokandi ini diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra untuk berda’wah ke negara-negara Asia. Perintah ini dilaksanakan, dan beliau kemudian diambil menantu oleh raja Cempa, dijodohkan dengan putri raja Cempa yang bernama Dewi Candrawulan.Dari perkawinannya dengan Dewi Candrawulan maka Ibrahim Asmarakandi mendapat dua orang putra yaitu Raden Rahmat atau Sayyid Ali Rahmatullah dan raden Santri atau Sayyid Alim Murtolo.

Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati diperistri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian Raden Rahmat itu keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putra bangsawan atau pangeran kerajaan. Raja Majapahit sangat senang mendapat istri dari negeri Cempa yang wajahnya tidak kalah menarik dengan Dewi Sari.
Sehingga istri-istri lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang tersebar di seluruh Nusantara.


Salah satu contoh adalah istri yang bernama Dewi Kian, seorang putri China yang diberikan kepada Adipati Ario Damar di Palembang beserta Anaknya yang dikemudian hari menjadi Sultan Demak.


Dewi Dwarawati kemudian bergelar Ratu Dwarawati. Beliau mempunyai Putri yang bernama Ratu Pembayun, yang kemudian menjadi Istri Adipati Handayaningrat di Pengging.

KERAJAAN PENGGING (1498-1518 M)


Kerajaan Pengging dipimpin oleh Prabu Handayaningrat suami dari  Ratu Pembayun  yang merupakan putri dari Sri Kertabhumi dari Majapahit.  Kerajaan pengging  penduduknya sebagian besar adalah peternak kerbau. mereka menggembalakan ternaknya menggunakan  kuda . Rakyat pengging tergolong kaum pemberani . Prabu Handayaningrat tidak mengakui kerajaan Demak dan  bersama rakyat pengging melakukan pemberontakan terhadap demak, namun  Demak mempunyai pasukan yang lebih banyak akhirnya pemberontakan berhasil diredam.  Prabu Handayaningrat Wafat dan  mempunyai  tiga orang putera yaitu Kebo Kanigara, Kebo Kenanga dan Lembu Amiluhur.  Karena Kebo Kanigara tidak tertarik untuk menjadi Adipati, maka Kebo Kenanga menggantikan menjadi Adipati.

Maka Kebo Kenanga dilantik menjadi Adipati bergelar Prabhu Hudhara  (1498-1518)
Kebo Kenanga Masuk Islam aliran Syech Siti Jenar, Sedangkan Kakaknya yaitu  Kebo Kanigara tidak suka dengan kepercayaan Syech Siti Jenar dan tetap memeluk Hindu, Kebo Kanigara memutuskan berpisah dan bertapa di hutan.(versi lain menyebutkan Kebo Kanigara masuk Islam, tapi bukan aliran Syeh Siti Jenar dan bergelar Ki Ageng Banyubiru)

Ki Ageng Pengging / Kebo Kenanga, yang masih berusia 21 tahun, sangat muda, menawarkan daerah Pengging sebagai pesantren Syeh Siti Jenar. 
Tahun 1497 Masehi, Sunan Giri, atas nama Pemimpin Dewan Wali Sanga, memerintahkan Sultan Demak dan Sultan Cirebon, yang tak lain Sunan Gunungjati, dan mereka berhasil menumpas ajaran Syeh Siti Jenar dan keluarga Pengging.

Mas Karebet, Putra Ki Ageng Pengging berhasil diselamatkan karena sedang diasuh Nyi Ageng Tingkir.  Waktu berlalu  dalam asuhan Nyi Ageng Tingkir  Mas Karebet berubah namanya menjadi Jaka Tingkir . Jaka Tingkir pada masa anak-anak oleh Nyi ageng tingkir disuruh belajar mengaji kepada Ki Ageng Selo, mantan murid Syeh Siti Jenar yang sudah bertobat. Jaka Tingkir juga bersahabat dengan cucu Ki Ageng Selo yaitu Pemanahan dan seorang lagi bernama Penjawi.  Saat Remaja  ketiga sahabat tersebut  bekerja sebagai  tukang getek, yaitu alat penyeberangan tradisional tebuat dari kayu  atau bambu yang di susun  untuk sarana penyeberangan sungai.  Jaka tingkir tingkir tidak pernah minta bayaran melainkan minta cium kepada ibu ibu yang menyeberang, itulah maka Jaka tingkir jadi bahan olok-olok teman-temannya dan muncul lagu "sang getek sinambi mbajul...".

Nyi Ageng Tingkir Sangat malu pada kelakuan Jaka Tingkir, maka Jaka Tingkir  dititipkan ke kakak Nyi Ageng Tingkir Yaitu Ki Ganjur  yang menjabat  Lurah Kaum ( Kepala pengurus masjid Istana Demak Bintoro).

Jaka Tingkir kemudian terdaftar menjadi Prajurut. Karirnya melejit dari prajurit biasa, menjadi "Lurah Wiratamtama",  Tapi kemudian dipecat karena membunuh calon prajurit bernama Danungawuk dalam ujian masuk prajurit.

Jaka Tingkir kemudian melanjutkan pendidikan di pesantren Ki Ageng Banyubiru (saudara seperguruan ayahnya). Setelah lulus, Jaka Tingkir diangkat menjadi Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya. Ia juga menikahi Ratu Mas Cempaka, putri Sultan Trenggana.

KERAJAAN PAJANG (1547 M)


Setelah Sultan Trenggana wafat, Sunan Prawoto, 1546, naik takhta, tapi kemudian tewas dibunuh Arya Penangsang (sepupunya di Jipang) tahun 1549. Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Kalinyamat, menantu Sultan Trenggana yang menjadi Adipati Jepara.


Setelah peristiwa tahun 1549 tersebut, Ratu Kalinyamat menyerahkan takhta Demak kepada Adiwijaya. Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke Pajang dengan Adiwijaya/Jaka Tingkir sebagai sultan pertama.

Adiwijaya mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan tanah Pati dan Mataram sebagai hadiah. Sayembara dimenangi Danang Sutawijaya, cucu Ki Ageng Sela juga putera Ki Ageng Pemanahan. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga menewaskan Arya Penangsang di tepi Bengawan Sore.







No comments:

Post a Comment