Ikan-ikan mendatangi seekor ikan yang bijak.
Mereka bertanya: apa hakikat air? Ikan bijak
menjawab bahwa air ada di sekitar mereka, namun
mereka masih merasa kehausan.
(Nasafi)
Pengaruh Sufisme terhadap kehidupan mistik di India sangat kuat sehingga beberapa madzhab mistik yang dianggap sebagai produk Hinduisme kuno dinyatakan oleh para peneliti bersumber pada ajaran-ajaran Sufi. Fakta sejarah ini tidak begitu penting bagi Sufi karena sumber aliran mistik pada hakikatnya tunggal. Pandangan para peneliti terhadap perbedaan aspek mistik di Timur Jauh berasal dari asumsi bahwa kultus-kultus dalam mistisisme itu merupakan produk budaya mandiri, sehingga tidak sama dalam setiap wilayah. Namun cara pandang demikian tidak dapat diterima oleh para Sufi yang percaya bahwa hanya ada kebenaran tunggal dan barangsiapa mengetahuinya harus menyampaikannya serta tidak boleh menyembunyikannya.
Lebih seribu tahun yang lalu, benih Sufisme yang kemudian berkembang menjadi madzhab-madzhab meditasi yang dianggap bersumber dari Hindu itu telah tertanam di India. Aliran mistik Cinta, yaitu bhakti adalah salah satu bukti yang diungkap Dr. Tara Chand dalam bukunya Cultural History of India:
Beberapa ciri pemikiran orang India Selatan sejak abad kesembilan menunjukkan adanya pengaruh Islam yang sangat kuat. Di antara pengaruh-pengaruh Islam itu adalah meningkatnya perhatian pada monotheisme, kekhusyu'an beribadah, penyerahan diri (parpatti) dan kebaktian kepada guru (guru bhakti). Pengaruh lainnya adalah kelonggaran sistem kasta, pengabaian terhadap ritual yang hampa ... menyatu dengan Tuhan, pengabdian kepada seorang guru ... Konsepsi Sufi tentang pengabdian guru itu telah terkenal pada zaman Hindu Pertengahan.
Akan tetapi sebagai seorang pakar sejarah, ternyata Dr. Chand lalai mencatat pengaruh Sufi yang sangat berarti secara khusus dan sebagai pokok perhatian daripada pengaruh Islam secara langsung menurut pengertian yang lazim, yaitu Islam menurut pemahaman ulama Muslim. Fungsi kebaktian kepada guru dalam kultus-kultus mistisisme India itu ternyata telah diselewengkan dari ajaran Sufi yang sejati dan mengalami suatu transformasi didalam madzhab-madzhab Hindu non-Sufi kemudian. Namun seringkali kultus-kultus dalam kerangka Hinduisme itulah yang sangat menarik para mahasiswa Barat yang berhasrat meneliti spiritualisme di Timur, dan cenderung direduksi sebagai hasil derivasi dari madzhab-madzhab Sufi semata.
Meskipun para mahasiswa itu niscaya mempunyai bukti-bukti yang dapat diandalkan, namun sebenarnya para guru Sufilah yang bertanggung jawab pada tugas besar untuk membangun apa yang dikenal sebagai madzhab-madzhab mistik Hindu. Dalam bukunya Religions of India, Auguste Barth mencatat hubungan antara wilayah serta kronologi keberadaan para Sufi di India dengan munculnya apa yang kemudian disebut madzhab mistik kuno India:
Tepatnya sejak abad kesembilan hingga abad kedua belas, gerakan-gerakan keagamaan itu muncul dalam kaitannya dengan tokoh-tokoh seperti Sankara,1 Ramanuja, Ananda Tirtha dan Basava, bukan berkaitan dengan mayoritas sekte-sekte yang dicatat sejarah dan sama sekali tidak berkaitan dengan Hinduisme yang muncul beberapa periode kemudian.
Ada satu fakta yang perlu diperhatikan para mahasiswa Barat dalam meneliti (kebenaran) klaim bahwa aliran mistik kuno India itu telah memicu gerakan-gerakan mistik di antara orang-orang Hindu. Meskipun tampak ganjil bagi sebagian besar pengamat, ternyata kepustakaan religius awal dalam Hindu hanya ditulis pada akhir abad kedelapan belas dan awal abad kesembilan belas sebagaimana dinyatakan oleh seorang sarjana Inggris, Sir William Jones.2 Dokumen-dokumen kuno hampir tidak utuh lagi. Manuskrip India tertua itu diperkirakan sebagai sebuah bagian tulisan Budha di atas lembaran-lembaran kulit pohon birch yang ditemukan di Taxila pada akhir abad kelima Masehi. Sementara itu, dari bahan yang sama, manuskrip Bakhshali diklaim oleh generasi berikutnya sebagai naskah kuno paling awal, meskipun naskah tersebut ternyata ditulis pada abad kedua belas.3 Bhakti dan gerakan-gerakan reformis dalam Hinduisme yang dipelopori oleh para tokoh seperti Madhva, Ramananda dan Kabir, sebenarnya berdasar pada sejumlah besar pernikiran dan perilaku Sufi yang telah diperkenalkan di India setelah penaklukan Islam di sana. Kabir "telah banyak meluangkan waktu berkumpul dengan para Sufi Muslim." Dadu "bahkan menaruh perhatian yang lebih besar pada pengetahuan Sufi daripada ajaran para leluhurnya... mungkin karena para Sufi di India Barat mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pemikiran para Pencari Tuhan, baik dalam Hindu maupun Islam, daripada pengaruh para Sufi di India Timur," papar Tara Chand, meskipun ia sendiri bukan seorang Sufi.
Menurut sebuah fakta sejarah, agama Sikh didirikan oleh Guru Nanak, seorang Sufi Hindu, yang secara terus terang mengakui berhutang budi pada Sufisme. Pengakuannya itu terungkap dalam buku Cultural History:
Sebenarnya ia telah mendalami tradisi pengetahuan Sufi, dan ternyata kita sangat sulit menemukan bahwa ia telah mengambil (ajaran-ajaran) dari Kitab-kitab Hindu, karena ia jarang merujuk Kitab-kitab Hindu itu. Maka orang beranggapan bahwa Nanak sebenarnya kurang mampu memahami khazanah Veda dan Puranik itu.
Nama Sikh artinya Pencari, sebuah metafor yang menunjuk sang pengembara Sufi.
Maharshi Devendranath Tagore (1815-1905) --ayah Rabindranath Tagore-- telah meluangkan waktu selama dua tahun di Pegunungan Himalaya. Selama itu ia justru bukan mempelajari Kitab-kitab Hindu warisan para leluhurnya, namun mempelajari sebuah Syair dari seorang guru Sufi, yaitu Hafizh, sehingga menurut seorang cendekiawan Hindu lainnya, yaitu Profesor Hanumantha Rao, setelah mendalami syair tersebut ia mencapai suatu pencerahan batin.
Sedangkan para guru Sufi generasi berikutnya di India, banyak dari mereka yang mengikuti pendahulunya dari Turki, Afghan dan Persia, yang memiliki pengaruh kuat. Salah satu konsekuensi dari kedatangan mereka di wilayah tersebut adalah orang-orang Hindu mengadopsi sebuah terminologi dari bahasa Arab untuk seorang Sufi pengabdi--Fakir, untuk diterapkan atas diri mereka sendiri.
Begitu banyak buku mencatat tentang perilaku mereka yang aneh dan menakjubkan, dan sampai saat ini pun berjuta juta orang dari setiap aliran kepercayaan berkumpul melakukan "pemujaan" dan meminta bantuan mereka sebagai orang suci.
Muinuddin Chisyti, pendiri Tarekat Chisytiyah di India, diutus (gurunya) ke Ajmer pada pertengahan abad kedua belas untuk menyampaikan ajarannya kepada orang-orang Hindu. Namun Raja Prithvi Raj tidak menyukai kedatangannya. Konon Raja kemudian menghimpun prajurit dan para tukang sihir untuk menghalanginya memasuki kota. Para prajurit itu tiba-tiba buta ketika orang suci itu (Muinuddin), dengan mencontoh suatu tindakan Nabi, melemparkan segenggam kerikil ke arah mereka. Menurut riwayat, tiga ratus penyihir pengikut Yogi dan Pandit itu tidak dapat membuka mulut ketika mereka beradu pandang sekilas dengan Muinuddin dan akhirnya mereka menjadi pengikutnya. Namun menurut legenda yang paling populer, sang penyihir Hindu yang kondang, Jaypal Yogi telah mengadu kesaktian dengan sang Sufi Fakir (Muinuddin).
Menurut legenda Chisyti tersebut, Jaypal bersama ribuan pengikut Yoginya membendung sungai-sungai yang menuju Danau Anasagar. Namun semua aliran sungai dan sumber air di wilayah itu menjadi kering hanya karena salah seorang pengikut baru Muinuddin mengambil seember air dari danau tersebut atas petunjuk-petunjuknya.
Setelah itu Jaypal memerintahkan ratusan makhluk jadi-jadian, termasuk singa dan harimau, untuk menyerang orang suci itu beserta para pengikutnya. Mereka semua binasa saat menyentuh lingkaran ajaib yang telah dibuat sebelumnya oleh Muinuddin sebagai perlindungan. Setelah Jaypal mengulangi beberapa kali tindakan serupa (dan selalu gagal), ia menyerah dan menjadi salah seorang murid Chisyti yang sangat terkenal dengan julukan Abdullah sang (Penjelajah) Belantara, karena selalu mengembara sampai tiba di kuil agung dekat Ajmer.
Ada tiga jenis hubungan yang sangat jelas antara para Sufi dan Hindu atau Sikh. Kesalahpahaman terhadap tiga jenis hubungan tersebut menjadi penyebab utama timbulnya kerancuan. Menurut konteks sejarah dan budaya maupun metafisik, semua aliran mistik tersebut mempunyai pengertian yang sama tentang peran mistisisme dalam pengembangan spiritualitas manusia. Jadi, mereka pada dasarnya mempunyai kesamaan esensial. Hanya saja ada pergeseran-pergeseran sangat jelas dalam ritus-ritus yang kaku dan hampa, dogma yang memfosil dan kultus individu.
Orang yang berpandangan sempit, terutama ahli hukurn Muslim yang hanya mengikuti langkah Sufi secara dangkal akan senantiasa bertentangan dengan seterunya, yaitu pendeta Hindu pertapa yang biasa menjalankan sebuah tradisi yang merosot.
Karena pergeseran tradisi itu tersebar luas dan sangat mencolok, maka para pengamat kerapkali menganggap bahwa semua itu merupakan representasi yang murni dari aliran mistik India. Asketisme dan perilaku-perilaku mereka yang dikaji para pengamat itu senantiasa jauh lebih menarik perhatian daripada madzhab-madzhab mistik itu sendiri. Mereka cenderung cepat populer, cenderung menjadi bahan dokumentasi para fotografer, merekrut para pengikut dari luar wilayah, berusaha menyebarkan ajarannya seluas mungkin. Banyak kultus-kultus khas Timur di dunia Barat ternyata tdak lebih dari derivasi-derivasi dari tradisi-tradisi liar yang merupakan suatu corak dangkal dari ajarannya yang sejati.
Mereka cenderung tdak sepaham dengan ajaran guru besar Syekh Abdullah Anshari yang diterjemahkan dengan baik sekali oleh seorang tokoh Sikh, yaitu Sardar Sir Jogendra Singh:
"Puasa hanyalah untuk menghemat roti. Shalat hanya bagi kakek-kakek dan nenek-nenek. Haji hanyalah sebuah tamasya. Sedang mengendalikan hati, menguasainya adalah suatu pekerjaan yang serius. Prinsip Hidup Sufi mengajarkan:
Ramah kepada yang muda
Dermawan kepada yang papa
Menasehati sahabat
Sabar terhadap musuh
Tidak mempedulikan orang yang suka usil
Hormat kepada orang terpelajar:"
Ada suatu hubungan yang menarik antara pemikiran Hindu dan ajaran Sufi yang dapat kita lihat dalam komentar-komentar berbentuk seloka. Sebagian besar hikmah populer Hindu terkandung di dalam serangkaian pepatah yang disebut seloka itu dan disampaikan dari seorang guru kepada muridnya. Sebuah komentar Sufi dari Ajami menyatakan bahwa seloka yang biasa beredar adalah sebagian dari sistem ganda pengajaran. Seperti fabel-fabel Aesop atau dongeng-dongeng Sa'di, seloka dapat dibaca baik sebagai nasihat biasa yang dapat diajarkan orangtua kepada anaknya, maupun dengan tujuan mengungkap maknanya yang tersembunyi.
Berikut ini beberapa seloka (S) beserta komentar (K) dari Ajami yang digunakan sebagai bahan perenungan oleh para Sufi India. Seloka-seloka ini telah dinomori berdasar karya besar Abbe Dubois, Hindu Manners, Customs and Ceremonies (Oxford, 1906, hlm. 474 dan seterusnya):
(S) V. Sahabat adalah orang yang senantiasa membantu kita dalam penderitaan, kemalangan dan kesengsaraan.
(K) Pelajarilah apa yang senantiasa dapat membantumu. Pencerahan itu penting bagi orang liar yang belum mengetahui.
(S) XI. Racun kalajengking ada di ekornya, racun lalat ada di kepalanya, racun naga ada di taring-taringnya. Namun racun manusia yang jahat ada di sekujur tubuhnya.
(K) Hati-hatilah terhadap kebaikan yang ditunjukkan oleh orang yang baik sekalipun.
(S) XVIII. Orang yang berbudi luhur ibarat sebuah pohon yang berdaun lebat, ia memberikan keteduhan pada pohon-pohon lain yang bernaung di bawahnya, sementara ia membiarkan dirinya tersengat panasnya mentari.
(K) Budi luhur seorang yang baik akan bermanfaat bagi orang yang benar-benar membutuhkannya, namun akan memperlemah si pemalas, karena tempat berteduh hanya digunakan sebagai tempat bermalas-malasan.
(S) XLI. Orang yang tak punya rasa malu takut terhadap penyakit-penyakit yang ditimbulkan kemewahan, orang yang gila hormat takut terhadap celaan, orang kaya takut terhadap kerakusan para raja, kelemah-lembutan takut pada kekerasan, keelokan takut usia senja, penyesalan takut pada pengaruh akal sehat, tubuh takut pada Yama, sang dewa kematian; namun orang yang kikir dan dengki tdak takut kepada apa pun.
(K) Jadilah orang yang bijak, karena orang bijak bisa memahami dasar-dasar rasa takut, sehingga ia bisa menguasai rasa takut itu.
Sebenarnya selama seribu tahun telah berlangsung pertukaran gagasan yang intens antara para Sufi dan mistik Hindu sebelum sarjana Barat tertarik pada mistisisme India. Pada abad ketujuh belas Pangeran Dara Shikoh dari Mogul telah memberikan suatu penafsiran yang seksama terhadap kepustakaan Veda dan suatu perbandingan antara corak-corak pemikiran Islam dan Hindu. Seperti para guru Sufi sebelumnya, Pangeran Dara Shikoh dari tradisi kebatinan yang identik dengan jejak Islam dan ajaran-ajarannya yang paling mendasar sama persis dengan ajaran Sufi.
Penelitian-penelitian juga meliputi kitab-kitab suci agama Yahudi dan Kristiani. Kajiannya berdasar pada pandangan bahwa kitab-kitab suci tersebut merupakan representasi dari perkembangan kesadaran manusia yang senantiasa menarik perhatian kelompok-kelompok tertentu. Prinsip kajiannya yang mengikuti sikap para cendekiawan pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid di Baghdad, kemudian menjadi dasar bagi banyak (kajian) perbandingan mistik yang paling modern sekalipun.
Kegiatan Dara Shikoh itu, suatu kegiatan yang begitu menonjol karena dilakukan oleh seorang pangeran dari keluarga Muslim yang menguasai (mengatur) tanah kafir, merupakan satu-satunya bukti adanya hubungan sinambung dengan ajaran-ajaran Sufi selama berabad-abad di seluruh India. Proses hubungan tersebut mungkin hampir sama dengan kasus yang terjadi di Eropa Abad Pertengahan, yaitu keberadaan gereja yang kuat dan otoritarian tidak akan merintangi perkembangan kelompok-kelompok aliran mistik seperti Sufisme yang telah kami kaji dalam bab-bab sebelumnya.
Akan tetapi, peran Sufisme sebaiknya jangan dianggap sebagai memproyeksikan hasil kajian perbandingan agama dan menekankan teori teosofis tentang kesamaan hakiki dari manifestasi-manifestasi agama. Para Sufi sendiri sama sekali tidak pernah menganggap dirinya bertujuan menjalankan suatu tugas, yaitu tugas mentransendir bentuk-bentuk lahiriah dan fakta keagamaan yang lazim atau pemerolehan pengetahuan agama dengan menjalankan tugas tersebut. Mungkin sulit untuk menjelaskan dengan istilah-istilah yang lebih sederhana dari agama formal bahwa pengalaman (mistik) adalah tunggal. Bahwa ada kesamaan yang lestari. Paling tidak orang hanya dapat memahami fakta tersebut menurut pengertian-pengertian yang lazim, karena fakta pengalaman Sufi dan aliran mistik lainnya adalah bidang kajian psikologi, bukan bidang kajian akademis. Obyek kajian tersebut, dengan memakai ungkapan-ungkapan yang khusus menurut pengertian kami, adalah memungkinkan memotivasi batin seseorang dalam upaya mengembangkan kesadarannya lebih lanjut. Oleh karena itu, mistisisme dan agama dianggap sebagai upaya menyelaraskan individu dan kelompok dengan nasib kemanusiaan yang diungkapkan dengan pengendalian mental.
Ada suatu kemiripan yang sangat menarik antara praktik dan pemikiran Sufi dengan peribadatan (kultus) tidak lazim yang menurut orang merupakan suatu tipe kultus Budhistik, yaitu Zen yang dipraktikkan di Jepang. Zen sebenarnya merupakan suatu transmisi rahasia di luar bidang ajaran resmi Budha dan disebarkan melalui teladan serta pengajaran individual. Secara historis, Zen tidak pernah mengalami masa kejayaan, bahkan para penganutnya tidak mengaitkan Zen dengan peristiwa khusus dalam kehidupan Budha.
Menurut catatan sejarah, Zen pertama kali muncul pada abad kesebelas, yaitu ketika madzhab paling awal Zen ditemukan di Jepang dan dibawa dari Cina pada tahun 1191.
Periode masuknya Zen ke Jepang itu berhubungan dengan pertumbuhan madzhab-madzhab mistik India modern berkat keuletan para Sufi. Tempat asalnya, yaitu Cina Selatan, merupakan wilayah pendudukan Arab dan Muslim lainnya selama berabad-abad. Budhisme di Jepang sendiri muncul sejak tahun 625 dan pada dasarnya masuk ke kepulauan Jepang antara paruh pertama abad ketujuh dan awal abad ke-sembilan. Penetrasi penaklukan Muslim serta Sufi di wilayah para penganut Budha Asia Tengah terjadi kemudian. Peristiwa ini bermula dari basis ajaran Budha di Afghanistan yang kemudian masuk ke Tibet setelah penaklukan Muslim.
Ada beberapa legenda tentang hubungan antara Zen Cina dengan India, sedangkan tradisi Sufi menunjukkan bahwa Sufi klasik awal telah mengadakan hubungan dengan para pengikut bodd yang ternyata mempunyai kemiripan dengan aliran-aliran mistik India.
Kemiripan antara Zen dan Sufisme, baik dalam terminologi, kisah-kisah maupun kegiatan-kegiatan para gurunya adalah sangat jelas. Dari sudut pandang Sufi, praktik Zen --sebagaimana yang terdapat di dalam kepustakaan populer-- sangat mirip dengan praktik sebagian teknik "menempa" (zarb) dari Sufisme.
Dr. Suzuki, pakar terkemuka sastra Zen, agaknya benar ketika menyatakan bahwa Zen telah mengadaptasikan pikiran Timur Jauh. Akan tetapi gagasan-gagasan, kias-kias dan perumpamaan-perumpamaan yang mengandung ajaran Sufi telah berakar kuat sejak lama sebelum guru Zen, Yengo (kira-kira 1566-1642) menulis surat untuk menjawab pertanyaan, "Apakah Zen itu?" Bagi Anda yang telah membaca bab-bab sebelumnya, akan tidak asing lagi dengan ungkapan-ungkapan sebagai penyederhanaan penjelasan yang senantiasa digunakan di Timur Jauh berikut ini:
Surat ini hanya dipersembahkan kepadamu, dan pada saat ini segala sesuatunya bergantung pada (pengertian)mu. Bagi orang yang berakal, satu kata sudah cukup untuk meyakinkannya tentang hakikat Zen, akan tetapi kemudian ada kesalahpahaman. Zen telah begitu sering dituliskan dengan tinta, diungkapkan dengan kata-kata yang jelas dan dalil-dalil logika, namun kemudian semakin tak dapat dipahami olehmu. Kebenaran Zen yang agung ada dalam diri setiap orang. Kenalilah dirimu sendiri, jangan mencari Zen melalui orang lain. Jiwamu sendiri adalah di atas segala-galanya. Jiwa itu bebas dan tentram. Jiwa itu sendiri mampu mengendalikan dirinya dengan indera keenam dan empat unsur dalam diri manusia. Di dalam jiwa itu ada cahaya. Redamlah dualisme subyek dan obyek. Lupakanlah keduanya, jauhilah akal pikiran, hindarilah pemahaman dan masuklah secara langsung ke dalam jati diri jiwa Budha. Di luar semua itu engkau sama sekali tidak dapat mengenali realitas.4
Agaknya naif apabila kita mengandalkan fakta-fakta yang menonjol tersebut sebagai suatu fakta transmisi Sufisme dan derivasi Zen dari sumbernya. Namun menurut kepercayaan Sufi, dasar ajaran Zen pasti ada di sana, berada di dalam jiwa manusia. Akan tetapi, hanya sentuhan Sufi yang telah membantu membangkitkan kesadaran batin terhadap realitas sejati satu-satunya.
Seorang Sufi Cina, Mr. H. L. Ma, dalam ceramahnya di sebuah pertemuan Hongkong Metaphysical Association satu dekade yang lalu, memaparkan bagaimana cara menyampaikan gagasan-gagasan agar dapat diterima dalam lingkungan budaya yang berbeda-beda:
Kepada para Pencari Kebenaran, saya terpaksa mengatakan bahwa Sufi sulit untuk dipahami. Mengapa? Karena para pemerhati generasi baru mengharapkan serangkaian sistem menurut pola pikir mereka. Mereka tidak tahu bahwa pola pikir tersebut keliru. Pada dasarnya Sufi ada dalam diri Anda. Anda merasakannya, namun tidak mengetahui apa itu. Bilamana Anda mengalami perasaan-perasaan tertentu seperti kebaikan, cinta, kebenaran, keinginan melakukan sesuatu dengan sepenuh jiwa --itulah Sufi. Bila Anda hanya mementingkan diri sendiri --itu bukan Sufi. Anda mempunyai rasa simpati yang kuat kepada orang bijak yang luhur --itulah Sufi ...Seorang guru ditanya, "Apakah Sufi itu?" Ia menjawab, "Tunjukkan kepadaku perasaan sakit, maka akan kutunjukkan apa Sufi itu!" Hal ini sama seperti pertanyaan Anda kepada guru, "Dari mana asalnya api (cahaya)?" Kemudian guru memadamkannya dan bertanya, "Engkau jawab dulu ke mana perginya api itu, baru akan kujawab dari mana asalnya." Anda tidak dapat menyatakan dengan kata-kata apa yang Anda tanyakan dengan kata-kata ...
Hal ini kedengarannya mungkin sangat bercorak Timur bagi pembaca Barat, namun ilustrasi-ilustrasi yang digunakan (rasa sakit dan lilin) tidak sepenuhnya merupakan analogi-analogi orang Timur. Ilustrasi-ilustrasi tersebut berasal secara langsung dari ajaran-ajaran sang Guru (Sufi) Barat, yaitu Rumi. Bagaimana metode penyampaian gagasan-gagasan, penyederhanaan dengan parabolis, kelihatannya sangat bercorak Cina, namun tetap mengandung semangat Sufi.
Sementara Kol. Clarke telah mengungkapkan kesan-kesannya tentang Sufi, sehingga memungkinkan pikiran Barat untuk memahami orientasi aliran mistik ini dan menciptakan suatu atmosfir yang sesuai dengan pikiran Barat:
"Puisi cinta yang sangat agung dari para Sufi yang luhur, seluruh ajaran-ajarannya yang praktis, semangatnya yang dipadukan dengan suatu pengukuhan mendalam dari tujuan risalah (ketuhanan) dan tujuan pencapaian nilai-nilai spiritual dan fisik, keyakinan terhadap pesan dan masa depan ummat manusia: semua itu merupakan sumbangan-sumbangan yang berharga dari kelompok yang mengesankan ini, pengakuan dari orang-orang yang senantiasa menyampaikan keyakinan dan kesan-kesan abadi dari orang kuno pilihan."5
Catatan:
1 Berdasarkan Kitab-kitab Hindu Kuno yang diinterpretasi Sankara (788-820) lebih seribu tahun setelah penyusunannya, Vedanta artinya kebangkitan kembali. Sistem ini (Vedanta merupakan "kumpulan Veda") meliputi dasar (pemikiran) yang diintrodusir al-Ghazali, Ibnu Arabi, Rumi serta para Sufi kuno lainnya. Kemiripan karya Kant dengan Vedanta karena karyanya banyak dipengaruhi aliran filsafat Sufi. Lihat: The Absolution of Sankacarya as Compared with Mawlana Jalal Uddin Rumi's School of Thought, karya sarjana Turki, Rasih Guven, dalam Prajna, Bagian I, 1958, hlm. 93-100.
2 Prof. S. Piggott, Prehistoric India, London, 1961, hlm. 235.
3 Ibid., hlm. 252.
4 Suzuki, An Introduction to Zen Buddhism, London, 1959, hlm. 46.
5 Col. A. Clarke, Letters to England, Calcutta, 1911, hlm. 149.
|
|
|
|
ringgit-wacucal.blogspot.com ad tags
Popunder
Popunder_1
JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS)
SocialBar
SocialBar_1
JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS)
Monday, June 5, 2017
Persinggungan Sufi dengan Hindu Budha
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment