ringgit-wacucal.blogspot.com ad tags Popunder Popunder_1 JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS) SocialBar SocialBar_1 JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS)

Thursday, April 1, 2010

Al-Hikam

Oleh: Ibn Atha’ilah Al-Sakandari




1)



[Sesetengah] daripada tanda-tanda ketergantungan kepada amal
ialah berkurangnya harapan [kepada
Allaah] ketika terjadinya dosa/kesalahan.



(2)
.
Keinginanmu untuk melakukan at-tajriid (penanggalan, yakni
meninggalkan usaha-usaha mencari rezeki) sedangkan Allaah
mendirikanmu di dalam al-asbaab (sebab-musabab, yakni melakukan
usaha-usaha mencari rezeki) adalah termasuk ke dalam syahwat
yang tersembunyi.
Dan keinginanmu untuk [berkecimpung di dalam] al-asbaab
sedangkan Allaah mendirikanmu di dalam at-tajriid pula adalah satu
penurunan daripada himmah (ambisi) yang tinggi.



(3)
.
ngengedepankan ambisi-ambisi tidak akan dapat
mencairkan tembok-tembok kota takdir.



(4)



.
Istirahatkanlah dirimu daripada mentadbir (yakni repot-repot
dan merasa risau di dalam mengatur keperluan-keperluan hidup).
Apabila sudah ada yang lain daripadamu yang mendirikannya
bagimu (yakni ia sebenarnya pun telah telah diatur oleh Allaah Ta‘aalaa),
janganlah engkau mendirikannya pula untuk dirimu sendiri.



(5)



Kegigihan usahamu pada [masalah-masalah] yang pun telah
dijaminkan untukmu (yakni di dalam urusan-urusan rezeki) di
samping kelalaianmu pada [masalah-masalah] yang telah dituntut
daripadamu (yakni di dalam mengerjakan ibadat) adalah satu dalil
bagi terhapusnya al-ba'iirah (penglihatan mata hati) daripada
dirimu.



(6)



Janganlah kelambatan pemberian karunia-karunia [daripada
Allaah] sedangkan engkau telah bersungguh-sungguh di dalam
berdoa, menyebabkan engkau berputus asa.
Karena, Dia pun telah menjamin akan memperkenankannya,
pada apa yang telah Dia pilihkan untukmu, bukan pada apa yang
engkau pilihkan untuk dirimu sendiri. Dan pada waktu yang Dia
kehendaki, bukan pada waktu yang engkau kehendaki.



(7)



.
Janganlah engkau menjadi curiga mengenai janji itu ketika tiada
terjadi yang dijanjikan, sekalipun ia telah ditentukan waktunya, agar
tiadalah terjadi dengan demikian itu pengurangan pada ba'iirah-mu
(penglihatan mata hati) dan pemadaman bagi cahaya sariirah-mu
(rahasia batin).



(8)









Apabila Dia membukakan untukmu satu perspektif daripada
pengenalan (yakni al-ma‘rifah), janganlah engkau menghiraukan
fakta yang amalmu masih sedikit, Karena tiadalah Dia membukakannya
untukmu melainkan Karena Dia ingin memperkenalkan
diriNya kepadamu.
Apakah tiada engkau mengetahui bahawa pengenalan itu
adalah pemberianNya kepadamu, sedangkan segala amalmu itu
adalah hadiahmu kepadaNya Di manakah [nilai] hadiahmu
kepadaNya jika dibandingkan dengan pemberianNya kepadamu



(9)
.
Jenis-jenis amal itu menjadi aneka ragam Karena
kepelbagaian ragam waaridaat al-aChwaal (karunia-karunia yang turun
dengan keadaan-keadaan rohani yang tertentu).



(10)
.
Segala amal itu adalah bentuk-bentuk yang berdiri tegak (yakni
adalah seumpama kerangka-kerangka yang tidak bernyawa belaka),
sedangkan roh-rohnya pula ialah terjadinya rahasia keikhlasan di
dalamnya (yakni tanpa rahasia keikhlasan, segala amal itu adalah
bagaikan lifeless forms saja).



(11)



.
Tanamkanlah terjadinyamu di dalam bumi ketersembunyian
(yakni yang tidak dikenali orang), Karena jika berbuah sesuatu yang
tidak ditanam, hasilnya tiadalah sempurna.



(12)
.
Tiada sesuatu pun yang dapat memanfaatkan kalbu seperti
uzlah (menjauhkan diri daripada manusia) dan masuk dengannya
ke dalam medan berkaca (yakni bertafakur mengenai al-Chaqaa’iq dan
bukan bertafakur mengenai zatNya).



(13)






Bagaimanakah akan dijadikan bersinar sebuah kalbu yang di
dalam cerminnya tercetak rupa-rupa bentuk segala makhluk
Atau bagaimanakah dapat ia belayar menuju kepada Allaah
sedangkan ia masih tertambat dengan segala syahwatnya
Atau bagaimanakah ia boleh melobakan dapat memasuki
kehadiran Allaah sedangkan ia masih belum dibersihkan daripada
janaabah (hadas besar) segala kelalaiannya
Atau bagaimanakah ia boleh mengharap untuk memahami
keterperincian rahasia-rahasia sedangkan ia masih belum bertaubat
daripada segala kekeliruannya



(14)



.
Al-kaun (segala ciptaan Allaah yakni alam semesta) seluruhnya
adalah kegelapan, dan sesungguhnya yang telah meneranginya
hanyalah penzhohiran al-Chaqq (Yang Maha Benar) di dalamnya.
Maka siapapun yang melihat al-kaun dan tidak pula dia dapat
menyaksikanNya di dalamnya, atau bersamanya, atau sebelumnya,
atau sesudahnya, maka dia sangat memerlukan kepada terjadinya
cahaya-cahaya, dan [adalah keadaan dirinya] telah dihijabkan
daripada matahari-matahari al-ma‘aarif (pengenalan-pengenalan
rohani) oleh awan-awan al-aathaar (kesan-kesan yakni terjadinya
yang selain daripada Allaah).



(15)



.
[Sesetengah] daripada apa yang menjadi dalil bagimu di atas
terjadinya keperkasaanNya, Maha Suci Dia, ialah Dia telah
menghijabkanmu daripadaNya dengan sesuatu yang tidak maujud
bersamaNya.



(16)



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah yang menzhohirkan setiap
sesuatu



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah yang terbentuk dengan setiap
sesuatu



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah yang terbentuk di dalam setiap
sesuatu



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah yang terbentuk bagi setiap
sesuatu



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah Yang Maha zhohir sebelum
wujud setiap sesuatu



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah yang terlebih zhohir daripada
setiap sesuatu






Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah Yang Satu (yakni Yang Maha
Esa) yang tiada bersertaNya sesuatu



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan Dialah yang lebih dekat kepadamu
daripada setiap sesuatu



Bagaimanakah boleh dibayangkan bahawa ada sesuatu yang
menghijabkanNya sedangkan jika bukanlah KarenaNya, tiadalah
akan terjadi setiap sesuatu



Alangkah menakjubkan bagaimana terjadinya boleh terbentuk di
dalam ketidakwujudan (‘adam), atau bagaimanakah boleh menjadi
masih tetap al-Chaadith (benda yang baharu yakni makhluk) bersama
Dia yang memiliki sifat qidam (yakni tiada bagiNya permulaan).



(17)
.
Tiadalah meninggalkan sesuatu pun daripada kejahilan siapapun
yang menghendaki terjadinya sesuatu urusan di luar waktu yang
telah dizhohirkan oleh Allaah padanya.



(18)
.
Menangguhkan berbuat segala amal sehingga terjadi masa
yang lapang (atau yang lebih selesa), adalah [sesetengah] daripada
kebodohan-kebodohan nafsu.



(19)



.
Janganlah meminta daripadaNya untuk mengeluarkanmu
daripada sesuatu keadaan agar Dia menggunakanmu pada [satu
keadaan] yang lain.
Jika Dia menghendakimu, Dia boleh menggunakanmu tanpa
mengeluarkanmu.



(20)



.
Tiadalah himmah (ambisi) seorang saalik (pengembara
kerohanian) berkeinginan untuk berhenti ketika terangkat tirai
rohani baginya melainkan hawaatif al-Chaqiiqah (suara-suara ghaib
bagi kebenaran) akan menyeru kepadanya, “Yang engkau cari
[masih lagi] berada di hadapanmu (yakni teruskanlah dan janganlah
engkau berhenti di sini).”
Dan tiadalah zhohir-zhohir al-mukawwanaat (segala ciptaan yakni
segala makhluk di alam semesta) menampakkan keindahahannya
melainkan hakikatnya akan menyeru kepadamu, “Sesungguhnya
kami hanyalah satu fitnah, maka janganlah engkau [menjadi
terpedaya oleh kami sehingga engkau] menjadi kafir.”



(21)



.
Permintaanmu daripadaNya adalah satu tuduhan bagiNya.
Dan permintaanmu bagiNya (yakni engkau memintaNya untuk
dirimu) adalah satu keghaiban bagimu (yakni Karena engkau telah
merasa ghaib) daripadaNya.
Dan permintaanmu bagi [sesuatu] yang selainNya adalah
Karena sedikitnya rasa malumu kepadaNya.
Dan permintaanmu daripada yang selainNya adalah Karena
terjadinya kejauhanmu daripadaNya.



(22)
.
Tiada satu nafas pun yang engkau hembuskan melainkan
baginya ada satu qadar (yakni ketentuan Allaah) yang sudah terlebih
dahulu ditetapkan (yakni sejak azali lagi) akan terjadi ke atas
dirimu.



(23)
.
Janganlah engkau ternanti-nantikan kelapangan/kekosongan
daripada al-aghyaar (yang selain daripadaNya yakni segala makhluk
Allaah) Karena hal itu akan memotongmu daripada terjadinya
al-muraaqabah (merasa awas/sedar) terhadapNya pada tempat di
mana Dia telah mendirikanmu di dalamnya.



(24)



.
Janganlah engkau merasa heran Karena terjadinya segala
kesukaran selama engkau masih tinggal di negeri ini (yakni selama
engkau masih berada di dalam dunia ini). Karena sesungguhnya,
tiadalah ia menzhohirkan melainkan apa yang memang layak bagi
sifatnya dan yang wajib dari ciri-cirinya.



(25)



.
Tiada akan dihentikan sembarang pencarian yang engkau cari
dengan Tuhanmu, dan tiada akan dimudahkan sembarang pencarian
yang engkau cari dengan dirimu.



(26)



.
[Sesetengah] daripada tanda-tanda akan lulus/berjaya di tahaptahap
penamat ialah [ as-saalik sentiasa] kembali kepada Allaah di
tahap-tahap permulaan.



(27)



siapapun yang tahap permulaannya adalah terang benderang,
tahap penamatnya juga adalah terang benderang.



(28)
.
Apa yang tersembunyi di dalam keghaiban rahasia-rahasia batin,
akan menjadi terbentuk pada penyaksian hal-masalah yang zhohir.



(29)






[Alangkah amat besarnya] perbezaan di antara orang yang
berdalil denganNya dengan orang yang berdalil ke atasNya.
Orang yang berdalil denganNya (yakni orang yang mengambil
terjadinya Allaah sebagai dalil bagi terjadinya alam) telah
mengenali kebenaran pada ahlinya. Maka dia pun menetapkan
urusan itu daripada terjadinya asalnya.
Dan pengambilan dalil ke atasNya pula (yakni mengambil
terjadinya alam sebagai dalil bagi terjadinya Allaah) adalah
[berasal] daripada ketiadaan sampai kepadaNya (yakni sampai
kepada ma‘rifah yang lebih sempurna mengenaiNya).
Dan jikalau tiadalah yang demikian, bilakah masanya Dia telah
ghaib sehingga [diperlukan kepada kita] berdalil ke atasNya
Dan [jikalau tiadalah yang demikian], bilakah masanya Dia itu
jauh sehingga al-aathaar (kesan-kesan, yakni seluruh makhluk di alam
semesta) pula dijadikan [sebagai alat] untuk menyampaikan [kita]
kepadaNya



(30)



[mafhum Surah
aÇ-Æalaaq ayat 7] adalah ciri mereka yang telah sampai kepadaNya.
[mafhum Surah aÇ-Æalaaq ayat
7] adalah ciri mereka yang sedang berjalan (yakni masih belum
sampai) kepadaNya.



(31)






Mereka yang sedang mengembara kepadaNya memperolehi
petunjuk dengan cahaya-cahaya pemalingan wajah kepadaNya,
sedangkan mereka yang telah sampai pula memiliki cahaya-cahaya
berhadapanan denganNya.
Maka golongan yang pertama adalah dimiliki oleh cahayacahaya
itu, sedangkan mereka (yakni golongan yang kedua pula)
adalah pemilik cahaya-cahaya itu, Karena mereka adalah milik Allaah
saja dan bukan milik sesuatu pun selain daripadaNya.
(Mafhum dari Surah al-An‘aam ayat
91.)



(32)



.
Hasratmu untuk mengetahui keaiban-keaiban batin dirimu
sendiri adalah lebih baik daripada hasratmu untuk mengetahui
masalah-masalah ghaib yang dihijabkan daripadamu.



(33)



.
Tiadalah terhijab Yang Maha Benar (yakni Allaah) daripada
dirimu. Yang terhijab adalah dirimu daripada dapat memandang
kepadaNya.
Andaikata ada sesuatu menghijabNya, apa yang menghijabNya
itu akan menutupiNya. Dan andaikata ada satu penutup bagiNya,
terjadinyaNya akan dihadkan. Dan apa yang menghadkan bagi
sesuatu hal, maka ia adalah berkuasa di atas hal itu. Dan
Dia pula adalah Yang Maha Berkuasa di atas segala hambaNya.



(34)



.
Keluarkanlah daripada sifat-sifat kemanusianmu setiap sifat
yang berlawanan dengan kehambaanmu agar engkau dapat
menyahut panggilan Yang Maha Benar (yakni Allaah) dan menjadi
dekat kepada kehadiranNya.



(35)






Punca bagi setiap kemaksiatan, kelalaian dan syahwat ialah
meredai nafsu.
Dan punca bagi setiap ketaatan, kesedaran dan penahanan diri
(yakni dapat menahan diri daripada berakhlak dengan setiap akhlak
yang buruk) ialah tidak meredai nafsu.
Dan bahawa engkau bersahabat dengan seorang jahil yang
tidak meredai nafsunya itu adalah lebih baik bagimu daripada
engkau bersahabat dengan seorang ‘aalim yang meredai nafsunya.
Karena, ilmu manakah [yang dapat dinisbahkan] kepada
seorang ‘aalim yang meredai nafsunya, dan kejahilan manakah [yang
dapat dinisbahkan] kepada seorang jahil yang tidak meredai
nafsunya



(36)



.
sinar al-ba'iirah (yakni cahaya dari penglihatan mata hati)
mempersaksikan kepadamu akan kedekatanNya denganmu.
Dan esensi al-ba'iirah (yakni penglihatan mata hati itu sendiri)
mempersaksikan kepadamu akan ketidakwujudanmu Karena
terjadinyaNya.
Dan Chaqq al-ba'iirah (yakni kebenaran dari penglihatan mata
hati itu pula) mempersaksikan kepadamu akan terjadinyaNya
[semata-mata], bukan ketidakwujudanmu dan bukan juga
terjadinyamu.



(37)
.
Allaah telah sedia ada dan tiada sesuatu bersamaNya. Dia kini
adalah sebagaimana yang Dia telah sedia ada (yakni tiada sesuatu
pun bersamaNya).



(38)
.
Janganlah engkau menjadikan niat ambisimu kepada yang
lain daripadaNya, Karena Yang Maha Pemurah itu tidak bisa
dilangkahi Dia oleh segala cita-cita.



(39)






Janganlah engkau meminta kepada yang lain daripadaNya
untuk mengangkatkan sesuatu hajat [daripada dirimu yang] Dia
sendiri telah mendatangkannya (yakni hajat itu) ke atasmu.
Bagaimanakah siapapun pun selain daripadaNya dapat
mengangkatkan apa yang Dia sendiri telah meletakkannya
siapapun yang tidak berupaya untuk mengangkatkan sesuatu
hajat daripada dirinya, maka bagaimanakah dia berupaya
untuk mengangkatkannya bagi orang lain



(40)






Jika tiada engkau bersangka baik terhadapNya Karena
kebaikan sifatNya, maka bersangka baiklah engkau terhadapNya
Karena [kebaikan] urusanNya denganmu.
Adakah pernah Dia membiasakan [sesuatu] kepadamu
melainkan [sesuatu itu pada hakikatnya adalah] kebaikan belaka
Dan adakah pernah Dia menganugerahkan [sesuatu]
kepadamu melainkan [sesuatu itu pada hakikatnya adalah daripada]
pengkaruniaan-pengkaruniaan [yang baik] belaka



(41)



Keajaiban bagi setiap keajaiban ialah orang yang lari daripada
Dia yang tiada baginya sembarang kelepasan (yakni Allaah dan juga
segala qadak dan qadarNya), dan mencari pula apa yang tidak akan
kekal di sisinya (yakni dunia serta segala kehendak dan keinginan
nafsu).
[Mafhum Surah al-Chajj ayat 46.]



(42)






Janganlah engkau mengembara dari satu alam ke satu alam
yang lain. Maka jadilah engkau seumpama seekor keldai [yang
sedang berjalan berpusing-pusing mengelilingi] batu pengisar
gandum. Tempat yang ia berjalan kepadanya [itu pada akhir setiap
pusingan] adalah tempat yang ia berjalan daripadanya.
Tetapi, mengembaralah engkau daripada sekelian alam dan
menujulah engkau kepada Pencipta sekelian alam.
[Mafhum Surah an-Najm ayat 42.]
Dan perhatikanlah kepada kata-kata baginda a'llallaahu ‘alaihi
wa sallam [yang bermafhum], “siapapun yang perpindahannya
adalah kepada Allaah dan rasulNya, maka perpindahannya itu
adalah kepada Allaah dan rasulNya. siapapun yang perpindahannya
adalah kepada dunia yang dia cari, atau kepada seorang wanita
yang dia kahwini, maka perpindahannya itu adalah kepada apa
yang dia berhijrah kepadanya.”
Maka fahamilah engkau kata-kata baginda ‘alaihiaa'-a'laatu wassalaam,
Maka perpindahannya itu adalah kepada apa yang dia
berhijrah kepadanya,” dan camkanlah hal ini, jika engkau
adalah seorang yang memiliki kefahaman!



(43)



Janganlah engkau bersahabat dengan orang yang keadaan
rohaninya tiada membangkitkan semangatmu, dan kata-katanya
tiada memimpinmu kepada Allaah.



(44)
.
Mungkin saja keadaanmu adalah jahat tetapi telah ditampakkan
kepadamu sebagai kebaikan dirimu, Karena persahabatanmu
dengan seorang yang keadaannya adalah lebih jahat daripadamu.



(45)
.
Tiadalah boleh dianggap sedikit amal yang terbit daripada
sebuah kalbu yang zaahid (seorang yang mengamalkan kezuhudan di
dunia ini), dan tiadalah boleh dianggap banyak amal yang terbit
daripada sebuah kalbu yang raaghib (seorang yang sangat gemar
kepada dunia dan juga melobakannya).



(46)
.
Kebaikan amal-amal adalah hasil kebaikan al-aChwaal (keadaankeadaan
rohani) dan kebaikan al-Ichwaal adalah dari menyatakan
pada kedudukan-kedudukan rohani yang telah diturunkan.



(47)



Janganlah engkau meninggalkan berzikir Karena tiada wujud
kehadiranmu berserta Allaah di dalamnya. Ini adalah Karena
kelalaianmu di dalam tidak berzikir kepadaNya, adalah lebih buruk
daripada kelalaianmu di dalam berzikir kepadaNya.
Mungkin saja Dia akan menaikkanmu dari tahap berzikir
disertai dengan kelalaian, ke tahap berzikir disertai dengan
kesedaran (yakni dapat berzikir dengan tidak disertai sembarang
kelalaian).
Dan dari tahap berzikir disertai dengan kesedaran, ke tahap
berzikir disertai dengan kehadiran (yakni merasakan kehadiran
Allaah).
Dan dari tahap berzikir disertai dengan kehadiran, ke tahap
berzikir di mana telah ghaib [daripada terjadinya] tiap sesuatu
selain daripada yang dizikirkan (yakni selain Allaah).
[Mafhum
Surah Ibraahiim ayat 20.]



(48)



.
[Sesetengah] daripada tanda-tanda kematian kalbu ialah
ketiadaan merasa sedih di atas apa yang telah luput olehmu
daripada segala kemuafakatan (yakni kebajikan atau ketaatan), dan
meninggalkan (yakni tiada merasakan sedikit pun rasa) penyesalan
di atas apa yang telah engkau lakukan daripada segala kesalahan
(atau dosa).



(49)



.
Janganlah kebesaran dosa di sisimu [terlalu mengecewakanmu
sehingga ia menjadi] satu kebesaran yang menegahmu daripada
berbaik sangka dengan Allaah Ta‘aalaa. Karena sesungguhnya, siapapun
yang mengenali Tuhannya, akan ternampak kecil dosanya di sisi
kemurahanNya.



(50)
.
Tiadalah [sesuatu dosa itu] dianggap kecil jika engkau
berhadapan (yakni jika dosamu dihadapkan) dengan keadilanNya,
dan tiadalah pula [sesuatu dosa itu] dianggap besar jika engkau
berhadapan (yakni jika dosamu dihadapkan) dengan kurniaNya.



(51)
.
Tiadalah satu amal yang lebih diharapkan untuk diterima [oleh
Allaah] daripada amal yang ghaib daripadamu penyaksiannya (yakni
tiada engkau memandangnya), dan hina di sisimu terjadinyanya
(yakni engkau menganggapnya remeh atau tidak penting).



(52)
.
Sesungguhnya Dia menurunkan ke atasmu al-waarid agar
dengannya engkau dapat sampai kepadaNya.



(53)
.
Dia menurunkan ke atasmu al-waarid untuk menyelamatkan
dirimu dari tangan al-aghyaar (segala sesuatu selain daripadaNya,
yakni agar engkau tidak berada di bawah kuasa setiap sesuatu selain
daripada Allaah) dan untuk membebaskan dirimu dari belenggu alaathaar
(kesan-kesan, yakni agar engkau tidak menjadi hamba kepada
mana-mana makhluk di alam semesta).



(54)
.
Dia menurunkan ke atasmu al-waarid untuk mengeluarkanmu
dari penjara terjadinyamu ke ruang angkasa penyaksian rohanimu.



(55)
.
Al-anwaar (cahaya-cahaya kerohanian) adalah tunggangan
(yakni kenderaan) bagi segala kalbu dan bagi segala rahasia.



(56)



.
Cahaya adalah pasukan kalbu sebagaimana kegelapan adalah
pasukan nafsu.
Maka apabila Allaah menghendaki untuk menolong hambaNya,
Dia membantunya dengan pasukan cahaya dan memotong bantuan
kegelapan dan al-aghyaar (segala sesuatu selain daripada Allaah)
daripadanya.



(57)
.
Penyingkapan rohani itu adalah milik an-nur (cahaya), dan
hukum itu (yakni menentukan kebenaran atau kebatilan sesuatu
masalah) adalah milik al-ba'iirah (penglihatan melalui mata hati), dan
pendekatan serta pemalingan itu (yakni melaksanakan sesuatu
masalah atau meninggalkannya) adalah milik kalbu.



(58)



Janganlah engkau bergembira dengan ketaatan Karena ia
datang daripadamu. Tetapi, bergembiralah engkau dengannya
Karena ia datang daripada Allaah kepadamu.
[Mafhum Surah Yunus ayat 58.]



(59)



.
Dia telah memotong para pengembara kepadaNya dan orang-orang
yang telah sampai kepadaNya daripada melihat kepada amalamal
mereka dan daripada menyaksikan keadaan-keadaan rohani
mereka.
Adapun para pengembara, ia adalah Karena mereka masih
belum dapat menyatakan kejujuran bersama Allaah di dalamnya.
Dan adapun orang-orang yang telah sampai, ia adalah Karena
Dia telah mengghaibkan mereka daripadanya Karena penyaksian
mereka terhadapNya.



(60)
.
Tiada akan tumbuh (yakni naik menjulang) dahan-dahan
kehinaan melainkan di atas benih ketamakan.



(61)
.
Tiada sesuatu yang dapat memimpinmu (yakni memimpinmu
ke arah kebatilan) seperti al-wahm (ilusi).



(62)
u56256 . .
Engkau hanyalah merdeka dari apa yang tiada engkau memiliki
sesuatu keperluan kepadanya (atau yang kepadanya tiada engkau
meletakkan sembarang harapan), dan engkau adalah seorang hamba
kepada apa yang kepadanya engkau memiliki sesuatu kelobaan
(atau yang kepadanya engkau meletakkan sesuatu harapan).



(63)
.
siapapun yang tidak mendekati Allaah dengan kelembutan aliChsaan
(karunia Allaah), akan diseret kepadaNya dengan rantai-rantai
al-imtiChaan (ujian, yakni ujian Allaah di dalam bentuk bala dan
musibah).



(64)
.
siapapun yang tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allaah, maka dia
telah berusaha untuk menghilangkannya.
Dan siapapun yang mensyukurinya, maka dia telah mengikatnya
dengan tali ikatannya [yang kukuh].



(65)



Merasa takutlah engkau daripada [keadaan di mana masih]
wujud iChsaan-Nya kepadamu sedangkan engkau tetap berkekalan
melakukan kemaksiatan kepadaNya, bahawa hal itu akan
menjadi satu istidraaj (tipudaya yakni tarikan berangsur-angsur ke
arah kebinasaan) bagimu.
[Mafhum Surah al-Qalam ayat 44.]



(66)



.
Sesetengah daripada kejahilan si murid ialah dia melakukan
satu adab yang jahat dan hukumannya pula ditunda, maka berkata
dia, “Andaikata ini benar-benar satu adab yang jahat, [sudah tentu]
Dia akan memotong bantuan rohani dan mewajibkan kejauhan.”
Mungkin saja bantuan rohani itu telah terpotong daripada
dirinya tanpa dia merasakannya, meskipun tiadalah ia terjadi
melainkan dari segi dia ditegah daripada menerima sembarang
penambahan [kerohanian].
Dan mungkin juga kedudukan kejauhan itu telah didirikan
tanpa dia mengetahuinya, meskipun tiadalah ia terjadi melainkan
dari segi dibiarkan engkau melakukan apa jua sekehendakmu.



(67)



Apabila engkau melihat seorang hamba telah Allaah jadikan
wujud [pada dirinya mengamalkan] wirid-wirid dan dia berkekalan
di atasnya, dan Dia telah memanjangkan pula bantuan [kepada
hamba itu sehingga dia berlanjutan mengamalkan wirid-wirid itu],
janganlah engkau meremehkan apa yang telah dikurniakan oleh
Penaungnya Karena engkau tiada melihat pada dirinya tanda al-
aarifiin dan tiada pula kecemerlangan al-muChibbiin (pencinta-pencinta
Allaah), Karena jika bukanlah Karena waarid [yang telah turun ke atas
hamba itu daripada Tuhannya], tiadalah [akan wujud] wirid [yang
telah diamalkan secara berkekalan oleh hamba itu].



(68)



Ada satu kaum yang telah al-Chaqq (Yang Maha Benar) dirikan
untuk mengkhidmatiNya, dan ada satu kaum [lain pula] yang telah
Dia istimewakan untuk mencintaiNya.
[Mafhum Surah al-Israa’
ayat 20.]



(69)
.
Sangatlah sedikit terjadinya al-waaridaat al-ilaahiyyah (curahancurahan
rohani yang dibangsakan kepada ketuhanan) melainkan
dengan cara mengejut, agar terpeliharalah ia daripada dakwaan
para hamba [bahawa telah] terjadi kesiapsediaan [untuknya pada
diri mereka].



(70)



.
siapapun yang engkau lihat menjawab setiap yang disoal [dari
hal al-ma‘rifah dan at-tauChiid], dan mentakbirkan (yakni memberi
takwil) setiap yang dia saksikan [pada siirr-nya dan kasyafnya], dan
menyebut setiap yang dia ketahui [dari ‘aalam al-ghaib], maka
masalah itu menunjukkan bahawa terjadi kejahilan pada dirinya.



(71)



.
Sesungguhnya Dia telah menjadikan negeri akhirat tempat bagi
balasan ganjaran bagi hamba-hambaNya yang beriman, Karena
negeri ini (yakni dunia) tiada cukup luas bagi apa yang ingin Dia
berikan kepada mereka.
Dan juga Karena sesungguhnya, Dia terlalu membesarkan
kadar mereka, sehingga tiadalah Dia [menganggapnya memadai
untuk] mengurniakan balasan ganjaran mereka pada negeri yang
tiada kekekalan baginya.



(72)
.
siapapun yang menemui buah amalnya (yakni dia merasakan
kelazatan di dalam melakukan ibadatnya) pada masa sekarang
(yakni semasa di dunia lagi), maka ia adalah satu tanda terjadinya
penerimaan pada masa depan (yakni di akhirat nanti).



(73)
.
Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisiNya, lihatlah
di dalam apakah Dia mendirikanmu (yakni lihatlah kedudukanNya
di dalam kalbumu sendiri).



(74)
.
Apabila Dia merezekikanmu ketaatan [di dalam melaksanakan
segala perintahNya] dan kekayaan denganNya (yakni merasa sudah
cukup kaya denganNya sehingga tiada memerlukan kepada manamana
makhluk dan menjadi benar-benar bebas daripada mereka),
maka ketahuilah bahawa sesungguhnya Dia telah mengurniakan ke
atasmu nikmat-nikmatNya yang zhohir dan batin dengan sempurna.



(75)
.
Sebaik-baik hal yang patut engkau tuntut daripadaNya
ialah apa yang Dia tuntut daripadamu.



(76)
.
Bersedih di atas terluputnya ketaataan dengan tiada [bersegera]
mendirikan kepadanya (yakni masih berlengah-lengah di dalam
mendirikan ketaatan), adalah sesetengah daripada tanda-tanda
keterpedayaan [si hamba].



(77)



.
Bukanlah al-‘aarif orang yang apabila memberi dia isyarat, akan
mendapati bahawa al-Chaqq (Yang Maha Benar) adalah terlebih
dekat daripada isyaratnya.
Tetapi, al-‘aarif ialah orang yang tiada sesuatu isyarat baginya,
Karena dia telah fana di dalam terjadinyaNya, dan telah menjadi
terlipat (yakni menjadi lenyap) di dalam menyaksikanNya.



(78)
.
Pengharapan [yang nyata] ialah apa yang disertai amal. Jika
tidak, ia [hanyalah setakat] angan-angan.



(79)
u56256 . .
Yang dituntut oleh al-‘aarifiin daripada Allaah Ta‘aalaa ialah dapat
menjadi benar di dalam al-‘ubudiyyah (kehambaan) dan dapat
mendirikan segala hak-hak ketuhanan.



(80)



.
Dia (yakni Allaah) telah menjadikanmu lapang agar tiada
engkau kekal di dalam kesempitan. Dan Dia telah menjadikanmu
sempit agar tiada engkau ditinggal [selama-lamanya] di dalam
kelapangan.
Dan Dia telah mengeluarkanmu daripada kedua-duanya
sehingga tiadalah engkau menjadi milik sesuatu selainNya.



(81)



.
Al-‘aarifun jika mereka diberikan kelapangan, akan merasa lebih
takut daripada jika mereka diberikan kesempitan.
Dan tiadalah yang dapat berdiri tegak di atas batas-batas adab
di dalam kelapangan melainkan sedikit [saja bilangannya].



(82)
.
Karena terjadinya kegembiraan, nafsu akan mengambil
bahagiannya daripada al-basÇ (kelapangan), sedangkan al-qabÅ
(kesempitan) pula, tiadalah di dalamnya sembarang bahagian bagi
nafsu.



(83)
.
Mungkin di dalam Dia memberikan kepadamu, Dia telah
menahan daripadamu [masalah-masalah yang pada hakikatnya
adalah lebih baik bagimu].
Mungkin di dalam Dia menahan daripadamu, Dia telah
memberikan kepadamu [masalah-masalah yang pada hakikatnya
adalah lebih baik bagimu].



(84)
.
Apabila Dia membuka untukmu pintu kefahaman di dalam
[mana-mana] penahanan, kembalilah penahanan itu [bertukar pula]
menjadi esensi pemberian.



(85)



.
Alam semesta, zhohirnya adalah tipudaya dan batinnya adalah
peringatan. Maka nafsu melihat kepada zhohir tipudayanya, dan
kalbu melihat kepada batin peringatannya.



(86)
.
Jika engkau menghendaki bahawa terjadi bagimu kemuliaan
yang tiada punah, janganlah engkau merasa mulia dengan manamana
kemuliaan yang akan punah.



(87)
.
[Karamah yang dikenali sebagai] penglipatan [bumi] yang
sebenar ialah terlipatnya jarak dunia daripada dirimu, sehinggga
engkau melihat akhirat itu adalah lebih hampir kepadamu daripada
dirimu.



(88)
.
Pemberian daripada makhluk [pada hakikatnya] adalah satu
penegahan, dan penahanan daripada Allaah [pada hakikatnya]
adalah satu [karunia] kebaikan.



(89)
.
Maha Besar Tuhan kita bahawa apabila beramal si hamba
secara kontan (yakni secara tunai atau bersegera), maka memberi
Dia pula ganjaran kepadanya secara bertangguh (yakni pada Hari
Kiamat nanti).



(90)
.
Memadailah bagimu sebagai ganjaran daripadaNya di atas
ketaatan itu, bahawa Dia telah reda engkau menjadi ahli baginya
(yakni ahli bagi ketaatan itu).



(91)



.
Memadailah sebagai satu ganjaran bagi mereka yang beramal,
apa yang telah Dia bukakan di atas kalbu-kalbu mereka di dalam
(yakni sehingga mereka dapat) mentaatiNya, dan apa yang telah
Dia datangkan ke atas mereka dari terjadinya intimasi (yakni rasa
ramah mesra bersamaNya).



(92)



.
siapapun yang beribadat Karena sesuatu yang dia harapkan
daripadaNya, atau ingin menolak dengan ketaatannya itu hukuman
yang telah menimpa ke atasnya, maka tiadalah dia [benar-benar]
telah mendirikan hak bagi sifat-sifatNya.



(93)



.
Ketika Dia memberi kepadamu, Dia telah mempersaksikan
kepadamu belas kasihNya. Dan ketika Dia menahan daripadamu,
Dia telah mempersaksikan kepadamu keperkasaanNya.
Dan Dialah yang telah memperkenalkan diriNya kepadamu
pada setiap hal itu, dan Dialah yang telah mendekatimu (atau
Dialah yang telah menghadapkan diriNya kepadamu) dengan
kelembutanNya ke atasmu.



(94)
.
Sesungguhnya penahanan itu menyakitimu Karena tiada wujud
kefahamanmu mengenai Allaah di dalamnya (yakni Karena tiada
memahami hikmah/kebijaksanaan dan rahmat yang terkandung di
dalam penegahanNya itu).



(95)



.
Mungkin saja Dia telah membukakan bagimu pintu ketaatan,
tetapi tiada Dia membukakan bagimu pintu al-qabul (penerimaan).
Dan mungkin saja Dia telah menentukan ke atasmu dengan
dosa, maka menjadi pula ia sebab bagi al-wuaa'ul (sampai kepadaNya
yakni sampai kepada ma‘rifah yang lebih sempurna mengenaiNya).



(96)
.
Kemaksiatan yang mewariskan rasa hina dan iftiqaar (rasa
sangat memerlukan kepada Allaah), adalah lebih baik daripada
ketaatan yang mewariskan rasa mulia dan istikbaar (rasa besar diri).



(97)
: .
Dua nikmat yang tiada [sekali-kali akan] keluar setiap maujud
daripada kedua-duanya, dan tidak bisa tiada bagi setiap yang
diadakan (yakni setiap makhluk) daripada kedua-duanya (yakni dua
nikmat ini terdapat pada setiap makhluk dan tiada boleh disangkal
akan hakikatnya): nikmat al-iijaad (diberikan terjadinya oleh Allaah)
dan nikmat al-imdaad (diberikan kelanjutan oleh Allaah).



(98)
.
Dia telah mengurniakan nikmat ke atasmu, pada kali
pertamanya dengan al-iijaad (diberikan terjadinya oleh Allaah), dan
pada kali keduanya dengan penerusan al-imdaad (diberikan
kelanjutan oleh Allaah).



(99)



.
Keperluanmu [kepada Allaah Ta‘aalaa] adalah sesuatu yang
bersifat dhaatiyyah (intrinsik yakni semula jadi) bagi dirimu,
sedangkan kedatangan-kedatangan segala sebab-musabab adalah
peringatan-peringatan kepadamu tentang apa yang tersembunyi
bagimu daripadanya (yakni daripada sifat yang semula jadi itu).
Dan tiadalah keperluanmu yang bersifat dhaatiyyah itu dapat
dihindarkan oleh sesuatu yang bersifat sementara.



(100)
.
Sebaik-baik waktumu ialah waktu engkau menyaksikan di
dalamnya terjadinya keperluanmu [kepada Allaah Ta‘aalaa] dan
dikembalikan engkau di dalamnya kepada terjadinya kehinaanmu.



(101)
.
Apabila Dia menjadikan engkau merasa liar (atau merasa jemu)
dengan makhlukNya, maka ketahuilah bahawa sesungguhnya Dia
ingin membukakan untukmu pintu al-uns (intimasi yakni merasa
ramah mesra atau berjinak-jinak) denganNya.



(102)
.
Apabila Dia telah melepaskan lidahmu untuk meminta, maka
ketahuilah bahawa Dia menghendaki untuk menganugerahkan
kepadamu [masalah itu atau yang lebih baik daripadanya, jika Dia
mahu pada masa sekarang dan jika Dia mahu pada masa akan
datang].



(103)
.
Tiadalah al-‘aarif akan berhenti daripada merasakan dia sangat
memerlukan kepadaNya, dan tiadalah akan terjadi bahawa dia
akan merasa tenang (atau beIstirahat diri) dengan yang selain Allaah.



(104)



:
.
Dia telah menerangi segala hal yang zhohir dengan cahayacahaya
aathaar-Nya (kesan-kesanNya, yakni para makhluk ciptaan
Allaah) dan Dia telah menerangi rahasia-rahasia batin dengan cahayacahaya
sifatNya (yakni dengan cahaya yang tidak dicipta, Karena
sifatNya bukanlah sesuatu ciptaan).
Maka Karena itu akan terbenam cahaya-cahaya pada segala
masalah yang zhohir, dan tiadalah akan terbenam cahaya-cahaya
pada kalbu-kalbu dan rahasia-rahasia batin.
Dan Karena itu juga telah dikatakan [oleh sesetengah guru sufi]:
Sesungguhnya matahari di siang hari akan terbenam dengan
masuknya waktu malam, sedangkan matahari bagi segala kalbu
tiadalah ia akan pernah terbenam.



(105)



.
Hendaklah engkau merasa ringan dengan kepedihan bala di
atasmu, Karena mengetahuinya engkau bahawa Dialah, Maha Suci
Dia, yang telah menurunkan bala itu kepadamu.
Dia yang telah menghadapkan segala takdir daripadaNya itu
kepadamu, maka Dia jugalah yang telah membiasakanmu dengan
kebaikan pilihan (yakni Dia telah membiasakanmu dengan pilihanpilihanNya
yang terlebih baik bagimu).



(106)
.
siapapun yang bersangka bahawa kelembutanNya adalah
terpisah daripada qadarNya (yakni ketentuanNya atau takdirNya),
maka adalah Karena tersingkat pandangannya (yakni hanya orang
yang berpandangan singkat saja yang bersangka sedemikian).



(107)
.
Tiadalah ditakuti bahawa engkau akan menjadi terkeliru di atas
jalan ini, tetapi yang ditakuti ialah engkau terkalah oleh hawa.



(108)
.
Maha Suci Dia yang telah menutupkan rahasia keteristimewaan
[yang telah diberikanNya kepada wali-waliNya] dengan penzhohiran
[sifat-sifat] kemanusiaan [pada diri wali-waliNya], dan yang telah
menzhohirkan kebesaran ar-rububiyyah (ketuhanan) di dalam
penzhohiran al-‘ubudiyyah (kehambaan).



(109)
.
Janganlah engkau menuntut daripada Tuhanmu Karena lambat
[memperkenankan] permintaanmu, tetapi tuntutlah daripada
nafsumu Karena lambat [mendirikan] adabmu (yakni di dalam
melaksanakan adab-adab kehambaan kepada Allaah).



(110)



.
Apabila Dia telah menjadikankan engkau pada zhohirmu
menuruti perintahNya, dan telah merezekikan pada batinmu
penyerahan bulat-bulat kepada keperkasaanNya, maka Dia telah
menjadikan besar karunia itu kepadamu.



(111)
.
Tiadalah setiap orang yang telah sabit kekhususannya (atau
keteristimewaannya, yakni telah zhohir hal-masalah yang
mencarik adat di tangannya) telah sempurna pelepasannya (yakni
sudah bebas daripada melihat kepada yang selainNya).



(112)









Tiadalah yang menghinakan al-wird melainkan orang yang
sangat jahil. Al-waarid (yakni karunia Allaah Ta‘aalaa hasil daripada
kita mengekali al-wird di dunia) diperolehi di negeri akhirat, dan alwird
pula akan terputus dengan terputusnya negeri ini (yakni dunia).
Dan yang terlebih utama ialah engkau memberikan perhatian
kepada apa yang tiada gantian bagi terjadinyanya (yakni engkau
perlu memberikan perhatian yang lebih kepada al-wird).
Al-wird adalah apa yang Dia tuntut daripada dirimu (yakni apa
yang Dia perintahkan kepadamu), dan al-waarid adalah apa yang
engkau tuntut daripadaNya (yakni apa yang engkau harapkan
daripadaNya).
Maka di manakah [perbandingan di antara] apa yang Dia
tuntut daripadamu dengan apa yang engkau tuntut daripadaNya



(113)
.
Datangnya pertolongan-pertolongan rohani adalah menurut
kesediaan [diri si penerima], dan terbitnya cahaya-cahaya rohani
adalah menurut kesucian segala rahasia ( as-sirr yakni batin kepada
ar-ruh yang merupakan batin kepada al-qalb diri si penerima).



(114)
.
Orang yang lalai itu apabila berpagi-pagi, dia akan melihat
apakah yang akan dilakukannya.
Dan orang yang berakal pula, dia akan melihat apakah yang
akan dilakukan oleh Allaah dengannya.



(115)



.
Sesungguhnya telah meliar (yakni telah mengasingkan diri-diri)
al-‘ubbaad (orang-orang yang ahli ibadat) dan as-zuhhaad (orang-orang
yang mengamalkan kezuhudan) daripada tiap sesuatu Karena
keghaiban mereka daripada (yakni ketidakupayaan mereka untuk
menyaksikan) Allaah pada setiap sesuatu.
Andaikata mereka dapat menyaksikanNya pada setiap sesuatu,
tiadalah mereka akan meliar (yakni mengasingkan diri-diri mereka)
daripada setiap sesuatu.



(116)
.
Dia telah menyuruhmu memandang kepada ciptaanNya di
negeri ini (yakni di dunia), dan kelak di negeri itu (yakni di akhirat)
Dia akan menyingkapkan kepadamu kesempurnaan zatNya.



(117)
.
Dia telah mengetahui daripadamu bahawa engkau tidak sabar
daripadaNya (yakni Karena tidak dapat melihatNya atau Karena
merasa terpisah daripadaNya), maka Dia telah menjadikan engkau
menyaksikan [di dunia lagi] apa yang terbentuk (atau yang nyata)
daripadaNya.



(118)



Ketika al-Chaqq (Yang Maha Benar) mengetahui daripadamu
terjadinya rasa jemu [pada dirimu], Dia telah menjadikan ketaatan
itu berjenis-jenis bagimu.
Dan ketika Dia mengetahui bahawa pada dirimu terjadi sifat
rakus (atau sifat lahap), Dia telah menghadkan ke atasmu [di dalam
melakukan solat itu hanya] pada sesetengah waktu [yang tertentu
saja], agar terjadilah cita-citamu di dalam mendirikan solat, bukan
[hanya setakat] mewujudkan solat, Karena tiadalah setiap orang
yang bersolat itu [telah benar-benar] mendirikannya.



(119)
.
Sembahyang adalah satu penyucian bagi kalbu-kalbu daripada
najis-najis adh-dhunub (dosa-dosa) dan adalah satu pembukaan
bagi pintu al-ghuyub (masalah-masalah yang ghaib).



(120)



Sembahyang adalah tempat bermunajat [kepada Allaah] dan
tempat galian bagi penyucian rohani.
Di dalamnya terdapat perluasan bagi segala medan rahasiarahasia,
dan di dalamnya terdapat juga tempat bersinarnya cahayacahaya
yang gemerlapan.
Dia (yakni Allaah) telah mengetahui tentang kelemahanmu,
maka Dia telah menjadikan sedikit bilangannya (yakni bilangan
sembahyang fardu di dalam sehari semalam), dan Dia telah
mengetahui betapa engkau berhajat kepada kelebihannya (yakni
kelebihan mendirikan sembahyang), maka Dia telah menjadikan
banyak nilainya (yakni nilai pahala bagi mendirikan sembahyang).



(121)



.
Apabila engkau menuntut upah bagi sesuatu amal, akan
dituntut pula daripadamu terjadinya a'-aa'idq (kejujuran yakni
melakukan amal dengan benar-benar ikhlas) di dalamnya.
Cukuplah bagi al-muriib (orang yang tidak jujur itu) dengan
terjadinya keselamatan (yakni cukuplah dia telah dikurniakan
keselamatan daripada dikenakan sembarang hukuman sebagai
balasan bagi amalnya yang tidak benar-benar ikhlas).



(122)
u56256 .
.
Janganlah engkau menuntut upah di atas sesuatu amal [yang
pada hakikatnya] bukan engkaulah pelaku baginya.
Sudah mencukupi bagimu sebagai ganjaran di atas amal itu
bahawa Dia (yakni Allaah) telah menerimanya.



(123)
.
Apabila Dia menghendaki untuk menzhohirkan anugerahNya ke
atasmu, Dia akan menciptakan [amal-amal yang baik pada dirimu]
dan Dia menisbahkan [amal-amal yang baik itu pula] kepadamu.



(124)
.
Tiadalah kesudahan bagi kecelaanmu jika Dia memulangkanmu
kepada dirimu sendiri.
Dan tiadalah kesudahan bagi kepujianmu jika Dia menzhohirkan
kemurahanNya ke atas dirimu.



(125)
.
Jadikanlah sifat-sifat ketuhananNya tempat engkau bersandar,
dan realisasikanlah sifat-sifat kehambaanmu dengan sebenar.



(126)






Dia telah melarangmu daripada menuduh apa yang bukan
milikmu dari apa yang dimiliki segala makhluk, apakah Dia akan
membenarkanmu menuduh sifatNya padahal Dia adalah Tuhan
Pengatur sekelian alam



(127)






Bagaimanakah akan menjadi bagimu pencarikan adat jika
engkau sendiri belum mencairkan adat nafsumu (yakni engkau
mengubahkannya dengan menanggalkan segala kejahatannya)



(128)
.
Urusan itu bukanlah pada terjadinya menuntut (yakni engkau
berdoa/meminta sesuatu daripadaNya). Sesungguhnya, urusan itu
ialah engkau direzekikan dengan kebaikan adab (yakni adabmu
denganNya).



(129)
.
Tiada sesuatu yang dapat menuntut (yakni berdoa/meminta
daripada Allaah) bagi pihakmu seperti [situasi] keterdesakan.
Dan tiada yang lebih menyegerakan [ketibaan] pengkaruniaanpengkaruniaan
[daripada Allaah] kepadamu seperti [situasi di mana
engkau merasakan] kehinaan dan al-iftiqaar (keadaan fakir yakni
merasakan sangat-sangat memerlukan kepadaNya).



(130)






.
Jika tiadalah engkau sampai kepadaNya melainkan setelah
fana sifat-sifatmu yang buruk dan terhapus pula segala dakwaanmu,
maka tiadalah engkau akan sampai kepadaNya untuk selamalamanya.
Akan tetapi, apabila Dia menghendaki yang engkau
sampai kepadaNya, Dia akan menutupi sifatmu dengan sifatNya
dan perilakumu dengan perilakuNya. Maka sampainya engkau
kepadaNya adalah [dengan sesuatu] daripadaNya kepadamu, dan
bukanlah [dengan sesuatu] daripadamu kepadaNya.



(131)
.
Jikalau tidaklah Karena keelokan/kebaikan tutupanNya, tiada
akan terjadi satu amal pun yang layak diterima.



(132)
.
Keperluanmu kepada kesantunan/kesabaranNya ketika engkau
berbuat taat kepadaNya, adalah melebihi keperluanmu kepada
kesantunan/kesabaranNya ketika engkau berbuat maksiat
kepadaNya.



(133)
:



.
Tutupan itu terbahagi kepada dua jenis: Satu tutupan adalah
daripada maksiat dan satu tutupan lagi adalah di dalamnya.
Untuk orang-orang awam, mereka menuntut daripada Allaah
Ta‘aalaa tutupan di dalamnya (yakni di dalam melakukan maksiat)
Karena takut terjatuhnya kedudukan mereka di sisi segala makhluk.
Untuk orang-orang istimewa pula, mereka menuntut daripada Allaah
Ta‘aalaa tutupan daripadanya (yakni daripada melakukan maksiat)
Karena takut terjatuhnya kedudukan mereka pada pandangan Si
Raja Yang Maha Benar (yakni Allaah Ta‘aalaa).



(134)



.
siapapun yang memuliakanmu, sesungguhnya memuliakan apa
yang berada pada dirimu dari keelokan tutupanNya.
Maka puji-pujian itu adalah bagi Dia yang telah menutupimu,
dan bukan bagi orang yang telah memuliakanmu dan berterimakasih
kepadamu.



(135)



.
Tiadalah [benar dikatakan seseorang itu] bersahabat denganmu
melainkan dia bersahabat denganmu sedangkan dia [pun seudah
terlebih dahulu] mengetahui tentang keaiban dirimu. Dan tiadalah
yang demikian itu melainkan Penaungmu Yang Maha Mulia (yakni
Allaah Ta‘aalaa).
Sebaik-baik orang untuk engkau buat sahabat ialah dia yang
menuntutmu untuk dirimu sendiri dan bukan untuk sesuatu yang
kembali daripada dirimu kepada dirinya.



(136)



.
Andaikata bersinarlah bagimu nur al-yaqiin (cahaya keyakinan),
engkau akan dapat melihat bahawa akhirat itu adalah lebih dekat
kepadamu daripada engkau bertolak kepadanya (yakni ia terlalu
dekat sehingga tiada perlu engkau pergi kepadanya), dan engkau
juga akan dapat melihat bahawa bagi segala kecantikan dunia itu
akan terbentuk kepadamu gerhana kefanaan di atasnya.



(137)



.
Tiadalah engkau dihijabkan daripada Allaah oleh terjadinya
sesuatu yang maujud bersamaNya, Karena tiadalah yang maujud
bersamaNya. Yang menghijabkan engkau daripadaNya ialah
ilusimu mengenai [terjadinya sesuatu yang] maujud bersamaNya.



(138)



.
Jika tiadalah Karena penzhohiranNya pada al-mukawwanaat
(segala ciptaan yakni segala makhluk di alam semesta), tiadalah
akan jatuh ke atas mereka terjadi penglihatan (yakni tiadalah
mereka akan dapat dilihat oleh sembarang penglihatan mata kepala).
Dan jika terbentuklah sifat-sifatNya (yakni menjadi jelas dan
jelas pada pandangan mata hati), akan lenyaplah segala ciptaanNya
[daripada pandangan si penyaksi].



(139)



Dia telah menzhohirkan (yakni menjadikan nyata) setiap sesuatu
Karena Dia adalah Maha Batin, dan Dia telah melipatkan terjadinya
setiap sesuatu Karena Dia adalah Maha zhohir.



(140)



Dia telah membenarkan engkau memandang kepada apa yang
berada di dalam al-mukawwanaat (segala ciptaan yakni segala
makhluk di alam semesta), tetapi tiada Dia memberikan izin
kepadamu untuk berhenti [di tahap setakat memandang] kepada
zat-zat al-mukawwanaat.
[Mafhum Surah Yunus ayat 101.] Semoga
Dia membukakan untukmu pintu kefahaman [dengan ayat al-Quran
ini]. Dan tiadalah Dia mengatakan “Pandanglah engkau sekelian
kepada segala langit”, agar tiadalah Dia menunjukkan kepadamu
[hanya setakat] di atas terjadinya jirim-jirim (benda-benda fizikal)
itu saja.



(141)
.
Al-akwaan (segala alam semesta) menjadi tetap hanya dengan
penetapanNya, dan menjadi terhapus dengan [penzhohiran] keesaan
zatNya.



(142)
.
Manusia-manusia lain memujimu Karena apa yang mereka
sangka terdapat pada dirimu. Maka jadilah engkau pula mengeji
nafsumu pada apa yang memang engkau ketahui mengenainya.



(143)
.
Orang yang beriman itu, apabila dia dipuji, akan merasa malu
kepada Allaah, Karena dia telah dipuji dengan satu sifat yang tiada
dia saksikan pada dirinya.



(144)
.
Orang yang paling jahil ialah dia yang meninggalkan keyakinan
pada sisinya [mengenai segala keburukan dan keaiban diri sendiri]
Karena [terpengaruh dengan] persangkaan [baik mengenai dirinya]
pada sisi orang-orang lain.



(145)
.
Jika [ada manusia] menyebut pujian ke atasmu sedangkan
engkau [sebenarnya] tidak layak untuknya, maka engkau berikanlah
pula pujian ke atasNya sebagaimana Dia memang layak untuknya.



(146)



Ahli-ahli kezuhudan akan merasakan kesempitan rohani (yakni
mereka akan merasa kecut hati) apabila mereka dipuji Karena
mereka menyaksikan bahawa pujian itu berasal daripada makhluk
saja, sedangkan ahli-ahli al-ma‘rifah pula akan merasakan
keluasan rohani (yakni mereka akan bersuka hati) Karena mereka
menyaksikan bahawa hal itu (yakni pujian itu) berasal daripada
Si Raja Yang Maha Benar (yakni Allaah).



(147)



Jika ketika engkau dikurniakan, pengkaruniaan itu menjadikan
engkau merasakan keluasan (yakni engkau bergembira di atasnya),
dan ketika engkau ditahan, penahanan itu pula menjadikan engkau
merasakan kesempitan (yakni engkau berdukacita di atasnya), maka
anggaplah hal itu sebagai dalil di atas sifat kebudak-budakanmu
(yakni sifat ketidakdewasaanmu) yang masih tetap ada, dan di atas
ketidakjujuranmu di dalam ‘ubudiyyah-mu (kehambaanmu).



(148)



.
Jika terjatuh daripadamu satu dosa, janganlah ia dijadikan
sebab bagi engkau untuk berputus asa daripada [terus berusaha
untuk] mencapai al-istiqaamah bersama Tuhanmu. Mungkin saja,
masalah itu adalah dosa terakhir yang ditakdirkan ke atasmu.



(149)



.
Apabila engkau inginkan pintu ar-rajaa’ (harapan) terbuka
untukmu, saksikankan apa yang daripadaNya kepadamu (yakni
pada segala anugerahNya dan segala rahmatNya, yang telah datang
kepadamu tanpa sembarang sebab daripadamu).
Dan apabila engkau inginkan pintu al-khauf (ketakutan)
terbuka untukmu, saksikanlah apa yang daripadamu kepadaNya
(yakni pada segala dosa, perbuatan keji, kealpaan dan buruk adab
yang telah datang daripadamu kepadaNya).



(150)



Mungkin saja Dia akan menambahkan kepadamu pada
[kegelapan] malam hari al-qabÅ (kesempitan rohani) apa yang tiada
engkau perolehi pada penyinaran [terang benderang] siang hari albasÇ
(keluasan rohani).
[Mafhum Surah an-
Nisaa’ ayat 11.]



(151)



Tempat terbitnya cahaya-cahaya [rohani] adalah di kalbu-kalbu
dan di al-asraar (rahasia-rahasia).



(152)



Ada satu cahaya rohani (yakni nur al-‘aql) terletak di dalam
kalbu-kalbu, [yang mana] bantuannya datang dari cahaya rohani
(yakni nur as-sirr) yang datang [terus yakni secara langsung] dari
perbendaharaan-perbendaharaan ghaib.



(153)



Ada satu cahaya dengannya Dia menyingkapkan kepadamu
aathaar-Nya (kesan-kesanNya, yakni segala makhluk ciptaan Allaah),
dan ada satu cahaya dengannya Dia menyingkapkan kepadamu
sifat-sifatNya.



(154)



Ada kemungkinan akan menjadi terhenti kalbu-kalbu dengan
cahaya-cahaya, sebagaimana telah menjadi terhijab nafsu-nafsu
dengan ketebalan al-aghyaar (yang selain daripadaNya yakni segala
makhluk Allaah).



(155)






Dia telah menutupi rahasia-rahasia batin (yakni ilmu-ilmu yang
berbentuk ladunniyyah dan pengenalan-pengenalan yang berbentuk
rabbaaniyyah, atau boleh juga dikatakan kebebasan batin) dengan
ketebalan hal-masalah yang zhohir (yakni sifat-sifat manusia yang
zhohir, atau boleh juga dikatakan kehambaan yang zhohir) demi
kemuliaannya, agar jangan terjadi terhina ia apabila terjadi
penzhohirannya, dan agar jangan diseru ke atasnya dengan kata-kata
pemasyhuran (yakni agar si penutur tidak dituduh ingin mencari
kemasyhuran).



(156)



Maha Suci Dia yang tidak menunjukkan (yakni tidak Dia
memperkenalkan seorang manusia) kepada para waliNya melainkan
sebagai satu penunjuk kepada diriNya.
Dan tiada Dia menyampaikan kepada mereka melainkan orang
yang pun telah Dia kehendaki akan sampai kepadaNya.



(157)



Mungkin saja Dia memperlihatkan kepadamu halmasalah
ghaib dari alam malakut-Nya, namun Dia menghijabkan
pula dirimu daripada mengetahui rahasia-rahasia para hamba (yakni
manusia-manusia lain).



(158)



.
siapapun yang telah Dia perlihatkan rahasia-rahasia para hamba
dan tiada pula dia berakhlak dengan belas kasihan keilahian (yakni
Karena dia belum lagi mencapai kedudukan at-tamkiin di dalam asysyuhud
dan belum berupaya untuk berakhlak dengan akhlak-akhlak
kerahmatan Si Raja Yang Disembah), maka pengetahuan itu akan
menjadi satu fitnah ke atasnya dan juga satu sebab bagi penghalaan
bala ke arahnya.



(159)



.
Bahagian nafsu di dalam kemaksiatan adalah jelas dan jelas,
sedangkan bahagiannya di dalam ketaatan pula [seperti mencari
pencarikan adat dan mencari kedudukan di sisi manusia] tiadalah
jelas dan adalah tersembunyi. Dan untuk menyembuhkan sesuatu
yang tersembunyi itu adalah sangat sukar pengobatannya.



(160)
.
Kadangkala, riyak memasuki ke atasmu dari arah di mana para
makhluk (yakni orang-orang lain) pun tidak melihatnya pada dirimu
(yakni Karena riyak itu adalah terlalu halus dan tersembunyi
keadaannya).



(161)
.
Keinginanmu agar para makhluk (yakni manusia-manusia lain)
mengetahui tentang kekhususanmu (yakni keistimewaanmu di
dalam berilmu dan beramal dengan hal-masalah seperti
kezuhudan dan penyerahan diri (tasliim), atau juga penerimaan
karunia-karunia rohani seperti al-karaamah dan al-mukaasyafah)
adalah satu dalil di atas ketidakjujuranmu di dalam ‘ubudiyyah-mu
(kehambaanmu).



(162)
.
Ghaibkanlah (yakni jadikanlah ia sesuatu yang tidak penting
seolah-olah seperti serbuk yang berterbangan di udara) pandangan
para makhluk ke atasmu dengan [menyaksikan dengan pentakziman
dan pengagungan kepada] pandangan Allaah ke atasmu.
Dan jadikanlah dirimu ghaib dari pendekatan mereka ke
atasmu dengan menyaksikan pendekatanNya ke atasmu.



(163)



.
siapapun yang telah mengenali Yang Maha Benar (yakni Allaah
Ta‘aalaa), akan menyaksikanNya pada setiap sesuatu.
Dan siapapun yang telah fana denganNya, akan ghaiblah dia
daripada setiap sesuatu.
Dan siapapun yang telah mencintaiNya, tiadalah dia akan
mengutamakan sesuatu pun ke atasNya.



(164)
.
Sesungguhnya yang menghijabkan Yang Maha Benar (yakni
Allaah Ta‘aalaa) daripadamu (yakni sebab yang menyebabkan dirimu
tidak dapat menyaksikan Yang Maha Benar) ialah keterlaluan
hampirNya denganmu.



(165)
.
Sesungguhnya Dia telah menjadi [seolah-olah] terhijab Karena
keterlaluan penzhohiranNya, dan telah menjadi tersembunyi
daripada segala penglihatan Karena keagungan cahayaNya.



(166)



.
Janganlah dijadikan [doa-doa] permintaanmu itu sebagai
sebab [hanya setakat] untuk [menerima] pengkaruniaan daripada
diriNya, maka sangatlah sedikit kefahamanmu mengenai diriNya
[sebagaimana yang dilakukan oleh mereka di tahap al-bidaayah
yakni permulaan].
Tetapi, jadikanlah permintaanmu itu sebagai menzhohirkan
kehambaan [bagi dirimu] dan juga mendirikan hak-hak ketuhanan
[bagi diriNya, sebagaimana yang dilakukan oleh mereka di tahap
an-nihaayah yakni penamat].



(167)



Bagaimanakah boleh permintaanmu yang baharu datang
menjadi pula sebab untuk pengkaruniaanNya yang terdahulu (yakni ia
sebenarnya pun seudah ditentukan sejak azali lagi, sebagaimana
yang terkandung di dalam pengetahuanNya yang qadiim, sebelum
segala makhluk dan kejadian menjadi terbentuk di alam raya ini)



(168)
.
Hukum (yakni ketentuan) azali itu adalah terlalu agung untuk
dinisbahkan kepada sembarang sebab [yang bersifat baharu].



(169)



PemerhatianNya kepada dirimu bukanlah Karena sesuatu [yang
berasal] daripada dirimu.
Dimanakah engkau ketika pemerhatianNya berhadapan
denganmu, dan ketika pemeliharaanNya berhadapan denganmu
(yakni ketika Dia menentukan segala hal pada azali lagi)
Tiadalah (yakni belum lagi) terjadi pada azaliNya keikhlasan
bagi segala amal, dan tiadalah terjadi segala Chaal (keadaan rohani),
bahkan tiadalah di sana melainkan pemberianNya yang murni
(yakni hanya pemberianNya jua semata-mata tanpa sembarang sebab
yang berasal daripada perbuatan atau amalan mana-mana
makhluk) dan juga penganugerahanNya yang agung.



(170)



Dia telah mengetahui bahawa segala hamba (yakni manusia)
akan berhasrat kepada penzhohiran rahasia bagi pemerhatian itu (al-
inaayah), maka Dia telah berfirman [Surah Al-Baqarah ayat 105
yang bermafhum],
.
Dan Dia telah mengetahui bahawa jika Dia tinggalkan mereka
pada hal itu, mereka akan meninggalkan beramal Karena [ingin]
bergantung [hanya] kepada [apa yang telah ditentukan pada] azali,
maka Dia telah berfirman [Surah Al-A‘raaf ayat 56 yang bermafhum],



(171)
.
Kepada kehendakNya jua bersandar setiap sesuatu, dan
tiadalah ia (yakni kehendakNya) bersandar kepada sesuatu.



(172)



Kadangkala, adab itu menunjuki mereka (yakni al-‘aarifun)
kepada meninggalkan daripada menuntut (yakni berdoa) Karena
berserah diri kepada pembahagianNya, dan [Karena terlalu] sibuk di
dalam mengingatNya [sehingga ia menahan mereka] daripada
meminta kepadaNya.



(173)



Sesungguhnya, yang diberikan peringatan itu ialah orang yang
masih boleh terjadi kelalaian (atau keterlupaan) ke atas dirinya,
dan sesungguhnya yang diberikan teguran itu ialah orang yang
masih boleh terjadi kecuaian (atau pengabaian) ke atas dirinya.



(174)
.
Tibanya [hari-hari yang mengandungi saat-saat] keterdesakan
adalah [seumpama tibanya] hari-hari raya bagi para murid.



(175)



Kadangkala, engkau akan memperolehi penambahan [rohani]
di dalam [saat-saat] keterdesakan yang tidak bisa engkau perolehi
di dalam berpuasa dan bersembahyang.



(176)
.
[Saat-saat] keterdesakan [adalah seumpama] hamparanhamparan
permaidani [yang mengandungi di atasnya hidangan]
pengkaruniaan-pengkaruniaan rohani.



(177)



Jika engkau menginginkan datangnya pengkaruniaan-pengkaruniaan
rohani ke atas dirimu, sahkanlah rasa kefakiran (yakni merasakan
sangat-sangat memerlukan kepada Allaah Tuhan Pengatur sekelian
alam) dan rasa keterdesakan di sisimu.
(Mafhum dari Surah at-Taubah ayat 60.)



(178)



Realisasikanlah sifat-sifat [kehambaan] dirimu, [nescaya] Dia
akan membantumu dengan sifat-sifat [Tuhan Pengatur Sekelian
Alam, Zat yang memiliki Kebesaran dan Kemuliaan) diriNya.
Realisasikanlah kerendahan dirimu (yakni kehinaan dirimu),
[nescaya] Dia akan membantu dirimu dengan ketinggianNya (yakni
kemuliaanNya).
Realisasikanlah kekurangan dirimu (yakni ketiadaupayaan
pada dirimu), [nescaya] Dia akan membantu dirimu dengan
kekuasaanNya.
Realisasikanlah kelemahan dirimu, [nescaya] Dia akan
membantu dirimu dengan keupayaanNya dan kekuatanNya.



(179)
.
Kadangkala, diberikan al-karaamah (kemuliaan yakni terjadi
masalah-masalah yang mencairkan adat) kepada seseorang yang
belum lagi sempurna al-istiqaamah (konsistensi di dalam beribadat)
pada dirinya.



(180)
.
[Sesetengah] daripada tanda-tanda Yang Maha Benar telah
menetapkan bagimu pada sesuatu [urusan rohani] ialah Dia
mengekalkan engkau di dalamnya, serta mencapai engkau buahbuah
[hasil urusan rohani itu].



(181)



.
siapapun yang memberikan ibarat daripada hamparan (yakni
berdasarkan) kebaikan dirinya, akan dijadikan senyap/kelu oleh
kemaksiatan.
Dan siapapun yang memberikan ibarat daripada hamparan
(yakni berdasarkan) kebaikan Allaah ke atas dirinya pula, tiadalah
akan menjadi senyap/kelu ketika dia bermaksiat.



(182)
.
Cahaya-cahaya rohani al-Chukamaa’ (ahli-ahli hikmah yakni
orang-orang yang ‘aarif billaah) mendahului kata-kata mereka.
Maka apabila telah terjadi penyinaran (yakni cahaya-cahaya
rohani itu telah bersinar terang), akan sampailah ibarat itu.



(183)
.
Setiap perkataan yang muncul keluar, ada selubung/pakaian
kalbu baginya, dari mana ia telah muncul keluar.



(184)
.
siapapun yang telah diberikan keizinan [oleh Allaah Yang Maha
Benar] untuk memberikan ibarat, ibaratnya itu akan dapat difahami
oleh segala makhluk (yakni orang-orang lain) yang mendengarnya,
dan isyaratnya pula akan menjadi jelas kepada mereka.



(185)
.
Kadangkala, al-Chaqaa’iq (hakikat-hakikat itu) akan ternampak
gerhana (yakni suram) cahaya-cahayanya apabila tiada engkau
diberikan izin [oleh Yang Maha Benar] untuk menyatakannya.



(186)



.
Kata-kata ibarat daripada mereka adalah sama ada Karena
limpahan wajd (satu keadaan rohani yang datang secara meluapluap
dengan tiba-tiba dan adalah sesuatu yang tidak bisa dikawal)
atau Karena bermaksud untuk memberi petunjuk kepada si murid.
Maka yang pertama adalah keadaan as-saalikiin (orang-orang
yang masih berada di atas perjalanan rohani dan belum sampai ke
maqam al-wuaa'ul yakni ketibaan) dan yang kedua adalah keadaan
mereka yang memiliki kedudukan (al-makinah atau at-tamakkun
yakni telah mendapat pengukuhan rohani) dan [juga adalah
keadaan golongan] al-muChaqqiqiin (mereka yang telah mencapai
realisasi kerohanian).



(187)
.
Kata-kata ibarat itu adalah makanan [rohani] bagi keperluan
para pendengar, dan tiadalah [sembarang manfaat kerohanian]
bagimu melainkan apa yang engkau makan darinya.



(188)



.
Kadangkala, orang yang telah memberikan kata-kata ibarat
mengenai sesebuah maqam itu ialah orang yang telah melihat (atau
mengintai) ke atasnya saja (yakni dia baru mendekati maqam itu
dan belum lagi benar-benar sampai dan menyatakannya).
Dan kadangkala pula, orang yang telah memberikan kata-kata
ibarat mengenainya itu ialah orang yang [benar-benar] telah sampai
kepadanya.
Dan hal ini adalah samar (atau kabur yakni tiada nyata)
melainkan bagi orang yang memiliki ba'iirah (penglihatan mata
hati).



(189)



.
tidak bisa tiada (yakni adalah dilarang) bagi as-saalik (si
pengembara rohani yakni orang yang masih belum mencapai alwuaa'ul
yakni maqam ketibaan) untuk memberikan kata-kata ibarat
tentang waaridaat-nya (curahan-curahan rohani yang telah turun
daripada Tuhan), Karena hal itu akan mengurangkan aktivitinya
(yakni pengaruh curahan-curahan rohani itu) ke atas kalbunya dan
ia akan menegah terjadinya kejujuran bersama Tuhannya.



(190)



.
Janganlah engkau menghulurkan tanganmu untuk mengambil
sesuatu daripada para makhluk, melainkan setelah engkau melihat
bahawa Si Pemberi melalui mereka (yakni pada hakikatnya) adalah
Penaungmu jua (yakni Allaah Ta‘aalaa).
Maka apabila engkau pun seudah berkeadaan yang sedemikian,
terimalah apa yang bermuafakatan (yakni yang bersesuaian) dengan
ilmu (yakni pengetahuan zhohir mengikut syarak yang engkau miliki).



(191)






Kadangkala, al-‘aarif merasa malu untuk mengangkatkan
hajatnya (yakni meminta atau mengadu) kepada Penaungnya
(yakni Allaah Ta‘aalaa) Karena telah merasa cukup (yakni merasa puas
hati atau rela) dengan kehendakNya.
Maka bagaimanakah pula dia tidak merasa malu untuk
mengangkatkannya (yakni meminta atau mengadu) kepada para
makhlukNya



(192)



.
Apabila telah menjadi samar (yakni tiada jelas) kepadamu dua
urusan, perhatikanlah mana yang lebih berat di antara keduanya ke
atas nafsu, maka ikutilah ia, Karena tiadalah yang berat ke atasnya
(yakni ke atas nafsumu) melainkan ia adalah [sesuatu yang] benar.



(193)



.
[Sesetengah] daripada tanda-tanda [seseorang itu sedang]
menuruti hawa [nafsunya] ialah dia akan bersegera di dalam
menunaikan kebaikan-kebaikan yang sunat, tetapi dia akan merasa
malas pula (yakni merasa sangat berat dan selalu melengahlengahkan)
di dalam menunaikan [masalah-masalah] yang wajib.



(194)



.
Dia (yakni Allaah) telah mengikat ketaatan-ketaatan itu dengan
waktu-waktu yang tertentu agar tiada engkau ditahan daripada
mengerjakannya Karena terjadinya sikap [dirimu yang gemar]
melengah-lengahkan.
Dan Dia telah menjadikan luas waktu itu bagi dirimu agar
masih dikekalkan untuk dirimu bahagian (yakni kesempatan) di
dalam membuat pilihan.



(195)



Dia (yakni Allaah) telah mengetahui bahawa para hambaNya
memiliki semangat yang sedikit untuk beribadat, maka Dia telah
mewajibkan ke atas mereka untuk melakukan ketaatan. Lalu mereka
pun ditarik kepadaNya dengan beberapa rantai kewajiban. [Maka
menjadi bertepatanlah keadaan ini dengan sabdaan Rasulullaah
a'llallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam yang bermafhum]: Tuhanmu
telah merasa takjub/kagum dengan sebuah kaum yang telah ditarik
ke syurga dengan beberapa rantai.



(196)



Dia (yakni Allaah) telah mewajibkan ke atasmu berkhidmat
kepadaNya, dan [pada hakikatnya] tiadalah yang telah Dia
wajibkan ke atasmu melainkan masuk ke dalam syurgaNya.



(197)



siapapun yang menyangka adalah terlalu asing (yakni
menganggapnya sebagai mustahil) bahawa Allaah akan
menyelamatkannya daripada syahwatnya, dan mengeluarkannya
daripada terjadinya kelalaiannya, telah menganggap lemah
Kekuatan Ketuhanan. [Mafhum dari Surah Al-Kahf ayat 45]



(198)
.
Kadangkala, kegelapan telah datang ke atas dirimu untuk Dia
menjadikan engkau mengenali (yakni menghargai) kadar/nilai
karuniaNya [yang telah dikurniakan sebelum ini] ke atas dirimu.



(199)



siapapun yang tidak mengenali (yakni menghargai) kadar/nilai
segala nikmat ketika ia masih ada, akan mengenalinya (yakni dia
hanya akan menghargainya) ketika ia sudah lenyap.



(200)



Janganlah dibiarkan segala kedatangan nikmat-nikmat [yang
banyak] itu menjadikan dirimu terkagum/terpegun (yakni merasa
terlalu heran) sehingga tidak bisa engkau mendirikan segala
kuwajiban mu [di dalam] mensyukurinya. Karena sesungguhnya, ia
adalah [sesetengah] daripada [beberapa hal] yang menjatuhkan
kadar/nilai (yakni kedudukan) dirimu.



(201)
.
Kemanisan hawa [nafsu] yang telah menetap di kalbu, adalah
penyakit yang amat sukar untuk dihilangkan.



(202)
.
Tiadalah yang [berkeupayaan untuk] mengeluarkan syahwat
dari kalbu melainkan ketakutan yang menggetarkan (yakni yang
menjadikannya tiada lagi merasa tentram) atau kerinduan yang
meresahkan (yakni yang menjadikannya merasa gelisah).



(203)



.
Sebagaimana Dia tiada mencintai amal yang mengandungi
penyekutuan (yakni menyekutuiNya dengan sesuatu yang lain),
maka begitulah juga Dia tiada mencintai kalbu yang mengandungi
penyekutuan. Amal yang mengandungi penyekutuan itu tiadalah
akan diterima olehNya, dan kalbu yang mengandungi penyekutuan
itu pula, tiadalah Dia akan mendekatinya.



(204)



Terdapat beberapa cahaya yang telah diberikan izin baginya
untuk sampai [ke kalbu yakni hanya tiba di luar kalbu dan tidak
memasukinya] dan terdapat beberapa cahaya [yang lain pula] yang
telah diberikan izin baginya untuk memasuki [ke dalam kalbu].



(205)



Kadangkala, cahaya-cahaya [rohani] telah datang ke atasmu,
namun ia telah mendapati bahawa kalbu itu telah dipenuhi dengan
bentuk-bentuk (yakni segala rupa atau gambar-gambar) al-aathaar
(kesan-kesan, yakni segala makhluk ciptaan Allaah), maka ia pun
pulang [ke tempat] dari mana ia telah turun.



(206)
.
Kosongkanlah kalbumu daripada al-aghyaar (segala yang selain
daripadaNya yakni daripada segala makhluk Allaah). Maka Dia akan
mengisikannya dengan al-ma‘aarif (pengenalan-pengenalan rohani)
dan al-asraar (rahasia-rahasia rohani).



(207)
.
Janganlah engkau menganggap lambat pemberian-pemberian
daripadaNya, tetapi anggaplah (yakni engkau lihatlah sendiri pada)
kelambatan dirimu di dalam mendekatiNya.



(208)






Hak-hak (yakni kuwajiban -kuwajiban seperti solat dan puasa)
di dalam waktu-waktu [yang telah ditentukan] ada kemungkinan
untuk menunaikannya [apabila terluput ia dari waktu-waktunya],
tetapi hak-hak waktu-waktu [itu sendiri] tiadalah kemungkinan
untuk menunaikannya (yakni tiadalah ia boleh diqada seperti qada
sembahyang dan qada puasa).
Ini adalah Karena tiadalah mana-mana waktu yang datang
melainkan Allaah memiliki di dalamnya hak yang baru dan perintah
yang kukuh di atas dirimu.
Maka bagaimanakah dapat engkau menunaikan hak yang lain
daripadanya sedangkan engkau masih lagi menunaikan hak Allaah di
dalamnya



(209)
.
Apa yang telah terluput daripada umurmu, tiadalah baginya
sembarang ganti. Dan apa yang telah berhasil bagimu daripadanya,
tiadalah baginya sembarang nilai (yakni tiadalah ternilai harganya
Karena harganya adalah teramat tinggi sekali).



(210)
.
Tiadalah engkau mencintai sesuatu melainkan engkau akan
menjadi hamba kepadanya. Dan tiadalah Dia pula (yakni Allaah
SubChaanahu wa Ta‘aalaa) mencintai (yakni menyukai) bahawa engkau
menjadi hamba kepada yang lain daripada diriNya.



(211)
.
Tiadalah ketaatanmu akan memanfaatkanNya dan tiadalah
pula kemaksiatanmu akan memudaratkanNya. Sesungguhnya, Dia
telah memerintahkan kepadamu dengannya (yakni dengan segala
suruhanNya) dan melarangmu daripadanya (yakni daripada segala
tegahanNya) Karena ia (yakni kebaikan-kebaikan di dalam menuruti
segala suruhanNya dan menjauhi segala tegahanNya) akan kembali
kepada dirimu sendiri.



(212)
.
Tiadalah penghadapan orang yang menghadap kepadaNya
akan menambahkan kemuliaanNya, dan tiadalah pemalingan orang
yang berpaling daripadaNya akan mengurangkan kemuliaanNya.



(213)



.
Sampainya engkau kepada Allaah adalah sampainya engkau
kepada pengetahuan mengenaiNya.
Dan jikalau tiadalah yang demikian, Tuhan kita adalah Terlalu
Agung (yakni adalah mustahil untuk dikatakan) bahawa berhubung
kepadaNya sesuatu atau berhubung Dia kepada sesuatu.



(214)



Kedekatanmu denganNya ialah keadaan engkau menyaksikan
kedekatanNya. Dan jikalau tiadalah yang demikian, dari manakah
engkau dan terjadinya kedekatanNya (yakni dari segi manakah
engkau boleh mengatakan bahawa engkau dekat denganNya)



(215)
.
Ketika terjadi keadaan at-tajallii (manifestasi ketuhanan),
hakikat-hakikat itu akan datang [kepada hatimu] secara ringkas
(yakni secara singkat saja dan tiadalah ia terperinci).
Setelah ia terhimpun (yakni setelah ia disedari atau tertangkap
ia di dalam hatimu), barulah akan terjadi penerangan [yang lebih
terperinci] baginya. [Ia adalah seperti mafhum Surah al-Qiyaamah
ayat 18-19],



(216)
.
Ketika datang kepadamu al-waaridaat al-ilaahiyyah (curahancurahan
rohani yang dibangsakan kepada ketuhanan), ia akan
menghancurkan kebiasaan-kebiasaan dirimu. [Ia adalah sebuah
masalah yang bersesuaian dengan mafhum Surah an-Naml ayat 34]



(217)
.
Al-waarid datang daripada Kehadiran Keperkasaan. Maka
Karena itu, tiadalah ia bertembung dengan sesuatu melainkan ia
akan memusnahkannya. [Ia adalah seperti mafhum Surah al-
Anbiyaa’ ayat 18]



(218)



Bagaimanakah [boleh dikatakan bahawa] Yang Maha Benar
(yakni Allaah) terhijab Dia dengan sesuatu, sedangkan yang terhijab
Dia dengannya itu terbentuk Dia padanya, dan [padanya juga Dia]
maujud dan hadir [bersertanya]



(219)



.
Janganlah berputus asa daripada penerimaan sesuatu amal jika
tiada terdapat di dalamnya al-ChuÅur (kehadiranNya di dalam kalbu),
Karena kadangkala amal itu masih tetap diterima walaupun buahnya
(yakni kesan rohaninya) tiadalah dapat dilihat dengan segera (yakni
tiadalah engkau merasakannya pada waktu sekarang).



(220)



.
Janganlah engkau menganggap suci [lalu berasa gembira pula
dengan] sesuatu waarid yang tiada engkau ketahui buahnya, Karena
tiadalah yang dikehendaki dari awan itu setakat hujan saja, tetapi
yang dikehendaki darinya ialah adanya al-ithmaar (keadaan di mana
pohon-pohon sedang mengeluarkan buah-buah yang masak ranum
beraneka jenis).



(221)



.
Janganlah engkau menuntut kekekalan bagi al-waaridaat setelah
cahaya-cahayanya meluas dan rahasia-rahasianya menjadi tersimpan
(yakni setelah disedari atau tertangkap ia di dalam hatimu), Karena
pada diri Allaah engkau memiliki kekayaan daripada setiap sesuatu,
namun tiada sesuatu pun yang dapat mengkayakanmu daripada
diriNya.



(222)



Keinginanmu kepada kekekalan sesuatu yang lain daripadaNya
adalah bukti bagi ketiadaan rasa mendapatkanNya pada dirimu.
Dan rasa sedihmu Karena kehilangan sesuatu yang lain
daripadaNya adalah bukti di atas ketiadaan sampaimu kepadaNya.



(223)



Kenikmatan itu, dan jika beraneka jenis tempat penzhohirannya
sekalipun, sesungguhnya ia adalah di dalam menyaksikanNya dan
[di dalam merasakan] dekat denganNya, dan kesiksaan itu pula, dan
jika beraneka jenis tempat penzhohirannya sekalipun, sesungguhnya
ia adalah dengan terjadinya hijabNya (yakni pada keadaan diri kita
yang masih lagi terhijab daripada dapat menyaksikanNya).
Maka sebab bagi kesiksaan itu adalah terjadinya hijab, dan
penyempurnaan nikmat itu pula ialah dengan memandang kepada
wajahNya Yang Maha Mulia.



(224)
.
Apa yang dijumpai oleh kalbu-kalbu daripada segala rasa risau
dan segala rasa sedih itu, adalah Karena ia masih tertegah daripada
pandangan itu (yakni ia masih dihijab daripada dapat memandang
kepada wajahNya Yang Maha Mulia).



(225)
.
[Sesetengah] daripada kesempurnaan nikmat ke atasmu ialah
Dia telah merezekikanmu apa yang mencukupi bagimu dan Dia
telah mencegah apa yang akan menyebabkanmu melampaui batas
(yakni menderhakaiNya).



(226)
.
Jadikanlah sedikit kesukaanmu (atau kesayanganmu) pada
sesuatu hal, agar menjadi sedikitlah kesedihanmu di atasnya
(yakni di atas kehilangannya).



(227)
.
Jika engkau menginginkan bahawa tiada engkau disingkirkan
(yakni dipecat), janganlah engkau menyandang sesuatu jawatan
yang tiada kekal ia bagimu.



(228)
u56256 . .
Jika permulaan-permulaannya menggemarkanmu (yakni
menjadikan engkau merasa tertarik dan menginginkan wilaayah itu),
kesudahan-kesudahannya pula akan menzuhudkanmu.
Jika sesuatu yang zhohir memanggilmu kepadanya, sesuatu yang
batin pula akan menghalangmu daripadanya.



(229)
.
Sesungguhnya, tiadalah Dia menjadikannya (yakni dunia ini)
tempat bagi al-aghyaar (yang selain daripada Allaah, yakni segala
makhlukNya) dan galian bagi al-akdaar (segala kekeruhan yakni
kesukaran-kesukaran), melainkan agar engkau dapat mengamalkan
kezuhudan di dalamnya.



(230)
.
Dia telah mengetahui bahawa sesungguhnya engkau tidak akan
menerima cuma nasihat semata-mata, maka Dia telah membuatmu
merasakan daripada segala rasanya (yakni segala rasa pahit di dunia
ini), apa yang akan memudahkanmu untuk berpisah daripadanya
(yakni berpisah daripada dunia ini).



(233)
.
Ilmu itu jika diiringi rasa takut [kepada Allaah Ta‘aalaa], maka ia
adalah untukmu (yakni ia adalah sesuatu yang akan menyokongmu
atau memanfaatkanmu), dan jika tidak, maka ia adalah ke atasmu
(yakni ia akan menentangmu atau membahayakanmu).



(234)






.
Apabila engkau disakiti (yakni engkau berdukacita) dengan
ketiadaan manusia menghadap (yakni datang) kepadamu, atau
dengan menghadapnya mereka dengan cercaan (atau dengan
cacian) kepadamu, maka kembalilah kepada ilmu Allaah padamu
(yakni pada pengetahuanNya tentang keadaan dirimu).
Jika ilmuNya [tentang keadaan dirimu] tiada mencukupi
bagimu (yakni tiada engkau merasa sudah berpuas hati dengan
pengetahuanNya tentang keadaan dirimu), maka musibahmu di
dalam tiada engkau merasa sudah mencukupi dengan ilmuNya itu,
adalah lebih sangat (yakni adalah lebih teruk atau adalah lebih
buruk) daripada musibahmu pada kesakitan (yakni rasa dukacita
yang berasal) daripada [perbuatan] mereka.



(235)



.
Dia (yakni Allaah) telah menjadikan kesakitan itu (yakni rasa
dukacita) melalui tangan-tangan mereka agar tiada engkau merasa
tentram (yakni tiada engkau berjinak hati) terhadap mereka.
Dia (yakni Allaah) telah menghendaki bahawa engkau merasa
terganggu (atau tiada engkau merasa tentram) dengan setiap
sesuatu, agar tiada sesuatu pun yang menyibukkanmu daripadaNya.



(236)
.
Apabila engkau mengetahui bahawa syaithon itu tiada akan lalai
daripada dirimu, maka janganlah pula engkau lalai daripada Dia
(yakni hendaklah engkau berlindung diri daripada segala kejahatan
syaithon itu dengan engkau sentiasa ingat dan sentiasa berserah diri
kepada Allaah) yang ubun-ubunmu adalah di dalam tanganNya
(yakni ia berada di dalam kekuasaanNya).



(237)



.
Dia (yakni Allaah Ta‘aalaa) telah menjadikannya (yakni syaithon)
musuh bagimu agar melaluinya Dia menolakmu (atau menjadikan
dirimu menghala) kepadaNya, dan Dia telah menggerakkan nafsu
ke atasmu agar berkekalanlah pendekatanmu (atau menghadapnya
engkau) kepadaNya.



(238)
.
siapapun yang mengisbatkan (menentukan atau menetapkan)
dirinya adalah seorang yang bertawaduk (yakni seorang yang
merendahkan diri), maka dia sebenarnya adalah seorang yang
membesarkan diri, Karena tiadalah perendahan diri itu melainkan
dari [sisi] peninggian diri (yakni tiadalah orang yang menganggap
dirinya sudah merendahkan diri melainkan orang yang melihat
dirinya adalah tinggi).
Maka apabila engkau mengisbatkan dirimu sudah bertawaduk,
engkau [pada hakikatnya] adalah seorang yang membesarkan diri.



(239)



.
Bukanlah orang yang bertawaduk itu orang yang apabila dia
merendahkan diri, melihat bahawa dia adalah di atas apa yang telah
dilakukannya (yakni menyangka yang dia sudah memiliki martabat
yang tinggi).
Tetapi, orang yang bertawaduk itu adalah orang yang apabila
dia merendahkan diri, melihat bahawa dia [sebenarnya] adalah di
bawah apa yang telah dilakukannya (yakni masih tiada layak untuk
dikatakan sudah merendahkan diri Karena banyak kekurangannya).



(240)
.
Tawaduk (yakni perendahan diri) yang nyata itu lahir (atau
terjadi ia) daripada menyaksikan keagunganNya dan manifestasi
sifatNya.



(241)
.
Tiadalah yang dapat mengeluarkanmu daripada sifat (yakni
daripada sifatmu) melainkan penyaksian kepada sifat (yakni melalui
engkau menyaksikan sifatNya).



(242)



Orang yang [benar-benar] beriman itu disibukkan oleh
pemujian [kepada] Allaah daripada mensyukuri dirinya (yakni
dia adalah terlalu sibuk di dalam memuji Allaah sehingga tiada lagi
dia memandang kepada dirinya), dan dia disibukkan oleh
hak-hak Allaah daripada mengingat nasibnya sendiri (yakni dia
adalah terlalu sibuk dan bimbang di dalam menunaikan kuwajiban kuwajiban
kepada Allaah sehingga tiada lagi dia mengingat kepada
kepentingan-kepentingan dirinya).



(243)
.
Si kekasih (yakni orang yang menuduh bahawa dia adalah
seorang yang mencintai) itu, bukanlah orang yang mengharap
sesuatu imbalan (atau balasan) daripada yang dikasihinya (yakni
orang yang dicintainya), atau menuntut daripadanya sesuatu tujuan
[yang ingin dicapai].
Sesungguhnya, si kekasih itu (yakni orang yang menuduh
bahawa dia mencintaimu) adalah orang yang berbelanja (atau
berkorban) untukmu, bukanlah si kekasih itu orang yang engkau
berbelanja (atau berkorban) untuknya.



(244)



Jika tidaklah Karena medan-medan [pertempuran/peperangan
dengan] segala nafsu, tiadalah akan direalisasikan perjalanan para
pengembara rohani, Karena tiadalah jarak di antaramu denganNya
yang mana perjalananmu itu akan melipatkannya, dan tiadalah
tanah lapang (yakni kawasan pemisahan) di antaramu denganNya
yang mana kesampaianmu itu akan menghapuskannya.



(245)



.
Dia (yakni Allaah Subchaanahu Wa Ta‘aalaa) telah meletakkan
dirimu di alam pertengahan, di antara alam mulkiNya (yakni alam
nyata, yang dapat disaksikan oleh mata di kepala kita) dan alam
malakutNya (yakni alam ghaib, yang tidak dapat disaksikan oleh
mata di kepala kita), untuk memberitahu kepadamu tentang
kebesaran kadarmu (yakni tentang ketinggian derajatmu) di antara
segala makhlukNya, dan juga bahawa sesungguhnya, engkau
adalah sebuah permata, [yang mana] tersembunyi/terkandung di
dalam dirimu mutiara-mutiara segala ciptaanNya.



(246)
.
Sesungguhnya, al-kaun (kosmos, yakni alam semesta) hanya
dapat meliputimu dari segi jasmanimu saja, dan tiadalah ia dapat
meliputimu dari segi thubut (penetapan-penetapan) kerohanianmu
(yakni hakikat kalbu insan itu sebenarnya adalah lebih luas daripada
alam semesta dan adalah ia meliputi isi seluruh alam semesta).



(247)



.
Orang yang berada di dalam al-kaun (kosmos, yakni alam
semesta) dan masih tiada terbuka kepadanya medan-medan [dari
alam] ghaib, [keadaannya] adalah terpenjara oleh segala yang
meliputinya (yakni oleh segala sekelilingnya) dan dia adalah
terkurung di dalam kerangka zatnya (yakni tubuh badannya).



(248)
.
Engkau [masih lagi] bersama segala alam semesta selagi
engkau tiada menyaksikan Si Pencipta Segala Alam Semesta.
Apabila engkau sudah menyaksikanNya, segala alam semesta
adalah bersamamu (yakni engkau akan menyaksikan juga bahawa
sebenarnya salinan segala alam semesta berada di dalam dirimu).



(249)



Tiadalah penetapan bagi al-khuaa'uaa'iyyah (kekhususan, yakni
seseorang itu dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang
istimewa, yakni orang-orang yang dikurniakan kewalian) memestikan
bahawa sifat kemanusiaan sudah tiada lagi wujud.
Sesungguhnya, al-khuaa'uaa'iyyah adalah seumpama pancaran
matahari di siang hari. Ia menjadi jelas di cakrawala (yakni di tepi langit),
namun bukanlah ia darinya (yakni bukanlah sinar itu sebenarnya
berasal dari cakrawala, tetapi cakrawala hanyalah tempat di mana sinar yang
berasal dari matahari itu telah menjadi terbentuk).
Kadangkala, matahari-matahari segala sifatNya akan
memancar ke atas malam (yakni kegelapan) terjadinyamu, dan
kadangkala Dia akan menggenggam (yakni mengambil semula)
yang demikian itu daripadamu dan mengembalikanmu ke batasbatas
[asal kejadian] dirimu.
Maka siang hari itu bukanlah ia [sesuatu yang datang]
daripadamu dan [kembali] kepadamu, tetapi ia adalah [sesuatu]
yang datang ke atasmu [daripadaNya dan kembali kepadaNya].



(250)



Melalui terjadinya aathaar-Nya (kesan-kesanNya, yakni alam
semesta ciptaan Allaah), Dia menunjukkan kepada terjadinya namanamaNya,
dan melalui terjadinya nama-namaNya [pula Dia
menunjukkan] kepada penetapan sifat-sifatNya, dan melalui
penetapan sifat-sifatNya [pula Dia menunjukkan] kepada zatNya,
Karena adalah mustahil bagi sesuatu sifat untuk berdiri dengan
dirinya [sendiri tanpa sembarang zat].
Maka disingkapkan kepada para pemilik al-jazb (yakni orang-orang
yang menerima tarikan rohani daripadaNya) kesempurnaan
zatNya. Kemudian, dikembalikan mereka kepada penyaksian sifat-sifatNya.
Kemudian, dipulangkan mereka kepada kebergantungan
kepada nama-namaNya. Kemudian, dikembalikan mereka kepada
menyaksikan aathaar-Nya (kesan-kesanNya, yakni alam semesta
ciptaan Allaah).
Dan as-saalikun (orang-orang yang melakukan pengembaraan
rohani dengan melakukan pendakian tahap demi tahap di bawah
bimbingan seorang syaikh murabbii ), adalah berlawanan dengan
masalah ini (yakni keadaan golongan as-saalikiin adalah berlawanan



dengan keadaan golongan al-majdhubiin yakni orang-orang yang
menerima tarikan rohani daripadaNya, yang mana perjalanan
mereka adalah sangat deras Karena dengan satu tarikan rohani
golongan al-majdhubiin sudah sampai ke tahap tertinggi, tanpa
terlebih dahulu melalui tahap-tahap yang di bawah satu persatu
seperti yang perlu dilakukan oleh golongan as-saalikiin).
Maka [tahap] penamat bagi as-saalikiin adalah [tahap]
permulaan bagi al-majdhubiin dan [tahap] permulaan bagi as-saalikiin
adalah [tahap] penamat bagi al-majdhubiin.
Tetapi bukanlah dengan satu makna saja. Mungkin dua
golongan ini akan bertemu (atau berselisih) di atas jalan rohani
[masing-masing], yang satu ini pada pendakiannya dan yang satu
lagi pada penurunannya.



(251)



.
Tiadalah dapat diketahui akan kadar cahaya-cahaya kalbu dan
rahasia-rahasia melainkan di keghaiban alam malakut (yakni alam
ghaib, yang tidak dapat disaksikan oleh mata di kepala kita),
sebagaimana tiadalah akan terbentuk cahaya-cahaya langit melainkan
pada penyaksian di alam mulki (yakni alam nyata, yang dapat
disaksikan oleh mata di kepala kita).



(252)






Dapatnya bertemu dengan buah-buah ketaatan pada masa
sekarang (yakni dapat merasakan kemanisan dan kelazatan di
dalam melakukan ibadat di dunia ini lagi), adalah sebagai khabar
gembira bagi orang-orang yang beramal tentang terjadinya ganjaran
di atasnya pada masa depan (yakni di akhirat nanti).



(253)






Bagaimanakah dapat engkau menuntut upah (atau imbalan)
bagi sesuatu amal yang Dia sendiri telah mensedekahkannya ke
atasmu
Atau bagaimanakah dapat engkau menuntut ganjaran bagi
sesuatu kejujuran yang Dia sendiri telah menghadiahkannya
kepadamu



(254)



.
Ada satu kaum, cahaya-cahaya mereka mendahului zikir-zikir
mereka.
Dan ada satu kaum, zikir-zikir mereka mendahului cahayacahaya
mereka.
Dan ada satu kaum, zikir-zikir mereka adalah bersamaan (yakni
terjadi serentak) dengan cahaya-cahaya mereka.
Dan ada satu kaum, tiada [bagi mereka] cahaya dan tiada
[juga bagi mereka] zikir. Kita berlindung dengan Allaah daripada
yang demikian.



(255)



Ada dhaakir (orang yang berzikir) yang berzikir agar kalbunya
mendapat cahaya. Maka di atas keadaan inilah dia melakukan zikir
(yakni zikirnya adalah untuk mendapatkan cahaya).
Ada dhaakir (orang yang berzikir) yang kalbunya pun sudah
bercahaya. Maka di atas keadaan inilah dia melakukan zikir (yakni
zikirnya itu adalah berdasarkan kesan cahaya di kalbunya).
Dan ada pun orang yang zikir-zikirnya dan cahaya-cahayanya
adalah bersamaan (yakni terjadi serentak), maka dengan zikirnya,
dia menerima petunjuk, dan dengan cahayanya, dia menerima
pimpinan [yang diturutinya].



(256)
.
Tiadalah zhohir zikir melainkan dari batin penyaksian dan
renungan (yakni tiadalah akan terjadi sesuatu zikir pada zhohirnya
melainkan ia telah terbit dari apa yang telah disaksikan dan yang
telah direnungkan oleh si penzikir pada batinnya).



(257)



Dia telah menjadikan engkau menyaksikan sebelum Dia
memerintahkan engkau untuk bersaksi.
Maka segala yang zhohir pun menyebut (yakni melafazkan katakata
sebagai pengiktirafan atau berikrar) tentang ketuhananNya,
sedangkan kalbu-kalbu serta rahasia-rahasia pula menyatakan
keesaanNya.



(258)



Dia telah memuliakanmu dengan tiga karaamaat (kemuliaan):
Dia telah menjadikanmu seorang yang berzikir kepadaNya, dan
jika tidaklah Karena pemberian anugerahNya, tiadalah engkau akan
menjadi layak untuk menerima pengaliran zikirNya ke atasmu.
Dan Dia telah menjadikanmu seorang yang dingati denganNya,
Karena Dia telah menyatakan nisbahNya kepadamu.
Dan Dia telah menjadikanmu seorang yang diingatkan [oleh para
malaikat yang tertinggi] di sisiNya, maka dengan itu lengkaplah
nikmatNya ke atasmu.



(259)
.
Ada kala [seseorang itu diberikan] umur yang panjang jangka
masanya, tetapi sedikit saja hasil buahnya (yakni manfaat atau
manfaat rohaninya). Ada kala [seseorang itu diberikan] umur yang
pendek jangka masanya, tetapi banyak sekali hasil buahnya (yakni
manfaat atau manfaat rohaninya).



(260)



.
siapapun yang diberkati pada umurnya, akan mencapai [satu
pencapaian rohani] di dalam masa yang singkat/sedikit [setelah dia
menerima] dari karunia-karunia Allaah Ta‘aalaa, apa yang tiada
dapat dimasukkan ke bawah bulatan-bulatan ibarat atau [yang
dapat] dihubungkan/disambungkan oleh sembarang isyarat.



(261)



Kekecewaan setiap kekecewaan ialah apabila engkau sudah
pun terkosong daripada asy-syawaaghil (segala kesibukan/pekerjaan)
kemudian tiada engkau menghadap kepadaNya, dan sudah menjadi
sedikit rintangan-rintanganmu kemudian tiada engkau berpindah
kepadaNya.



(262)
.
Al-fikrah (tafakur yakni berkaca atau perenungan) adalah
pengembaraan kalbu pada medan-medan al-aghyaar (yang selain
daripada Allaah).



(263)
.
Al-fikrah (tafakur yakni berkaca atau perenungan) adalah pelita
kalbu. Maka apabila ia pergi, tiadalah baginya penerangan (yakni
apabila pergilah pelita al-fikrah, tiadalah kalbu akan diterangi oleh
sinar cahaya pelita al-fikrah lagi).



(264)
.
Ada dua jenis bagi al-fikrah (tafakur yakni berkaca atau
perenungan): (1) perenungan di dalam pembenaran dan keimanan
(2) perenungan di dalam penyaksian dan penglihatan.
Yang pertama adalah untuk golongan mereka yang mengambil
iktibar, dan yang kedua adalah untuk golongan para pemilik asysyuhud
(penyaksian batin) dan al-istibaa'r (penglihatan batin).

No comments:

Post a Comment