ringgit-wacucal.blogspot.com ad tags Popunder Popunder_1 JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS) SocialBar SocialBar_1 JS SYNC (NO ADBLOCK BYPASS)

Wednesday, June 22, 2016

Kitab Mahzab Maliki





Fiqih Qayrawani








Nasehat Imam Malik


Kitab Fiqih al Akbar Imam Abu Hanifah





Abu Hanifah adalah seorang ahli tauhid, mensucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya. Bukti kuat untuk itu mari kita lihat karya-karya al-Imam Abu Hanifah sendiri, seperti al-Fiqh al-Akbar, al-Washiyyah, atau lainnya. Dalam karya-karya tersebut terdapat banyak ungkapan beliau menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya, Dia tidak membutuhkan kepada tempat atau arsy, karena arsy adalah makhluk Allah sendiri. Mustahil Allah membutuhkan kepada makhluk-Nya.

Sesungguhnya memang seorang yang tidak memiliki senjata argumen, ia akan berkata apapun untuk menguatkan keyakinan yang ia milikinya, termasuk melakukan kebohongan-kebohongan kepada para ulama terkemuka. Inilah tradisi ahli bid’ah, untuk menguatkan bid’ahnya, mereka akan berkata: al-Imam Malik berkata demikian, atau al-Imam Abu Hanifah berkata demikian, dan seterusnya. Padahal sama sekali perkataan mereka adalah kedustaan belaka.

Dalam al-Fiqh al-Akbar, al-Imam Abu Hanifah menuliskan sebagai berikut:

“Dan sesungguhnya Allah itu satu bukan dari segi hitungan, tapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tidak ada suatu apapun yang meyerupai-Nya. Dia bukan benda, dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda. Dia tidak memiliki batasan (tidak memiliki bentuk; artinya bukan benda), Dia tidak memiliki keserupaan, Dia tidak ada yang dapat menentang-Nya, Dia tidak ada yang sama dengan-Nya, Dia tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya, dan tidak ada suatu apapun dari makhluk-Nya yang menyerupainya” (Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan Syarh-nya karya Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 30-31).

Masih dalam al-Fiqh al-Akbar, Al-Imam Abu Hanifah juga menuliskan sebagai berikut:

وَاللهُ تَعَالى يُرَى فِي الآخِرَة، وَيَرَاهُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَهُمْ فِي الْجَنّةِ بِأعْيُنِ رُؤُوسِهِمْ بلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ كَمِّيَّةٍ وَلاَ يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ مَسَافَة.

“Dan kelak orang-orang mukmin di surga nanti akan melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. Mereka melihat-Nya tanpa adanya keserupaan (tasybih), tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah), tanpa bentuk (kammiyyah), serta tanpa adanya jarak antara Allah dan orang-orang mukmin tersebut (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan atau-pun samping kiri)”” ( Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan syarah Syekh Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).

Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini sangat jelas dalam menetapkan kesucian tauhid. Artinya, kelak orang-orang mukmin disurga akan langsung melihat Allah dengan mata kepala mereka masing-masing. Orang-orang mukmin tersebut di dalam surga, namun Allah bukan berarti di dalam surga. Allah tidak boleh dikatakan bagi-Nya “di dalam” atau “di luar”. Dia bukan benda, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah. Inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Abu Hanifah bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah tanpa tasybih, tanpa Kayfiyyah, dan tanpa kammiyyah.

Pada bagian lain dari Syarh al-Fiqh al-Akbar, yang juga dikutip dalam al-Washiyyah, al-Imam Abu Hanifah berkata:

ولقاء الله تعالى لأهل الجنة بلا كيف ولا تشبيه ولا جهة حق

“Bertemu dengan Allah bagi penduduk surga adalah kebenaran. Hal itu tanpa dengan Kayfiyyah, dan tanpa tasybih, dan juga tanpa arah” (al-Fiqh al-Akbar dengan Syarah Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 138).


________________________

Kitab karangan Al Ghazali

KIMIA KEBAHAGIAAN'






"Jika Anda menemui sesuatu kesulitan di dalam memahami tawasuf, bacalah buku saya Kimia-i Sa'adat (Kimia Kebahagiaan) yang akan membimbing Anda ke jalan yang benar, dan memberi Anda, sekurang-kurangnya, suatu kesempatan yang adil untuk memanfaatkan kemamp0uan-kemampuan yang dikaruniakan oleh Allah kepada Anda." Demikianlah Al-Ghazali menulis dalam salah satu suratnya kepada Nizamuddin Fakhrul Mulk, wazir Seljuk.
Kimia Kebahagiaan adalah ringkasan dari karya monumental Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, ditulis sendiri secara populer oleh beliau dalam bahasa Parsi, tidak dalam bahasa Arab sebagaimana Ihya. Mengenai Ihya cukuplah kita kutipkan di sini pendapat Muhaddits Zainuddin Iraqi: "sebagai seorang ulama, Al-Ghazali telah berhasil meringkaskan dan kadang-kadang menjelaskan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan hadis, dalam karya abadinya ini yang, disamping Al-Qur'an dan hadis, merupakan buku petunjuk praktis terakhir dan agama sejati yang ada."


PENYELAMAT DARI KESESATAN






Buku ini adalah petunjuk bagi penuntut ilmu agama, agar tidak terjebak dalam berbagai aliran filsafat. Pada masa Al Ghazali memang di Baghdad sedang populer berbagai ilmu yunani kuno marak dipelajari di baghdad. kadang kadang nyaris ilmu agama bercampur aduk dengan filsafat yunani.


Bidayat Al Nihayah



Miskatul Anwar

Ayuhal Walad

Nasihat Al-Mulk

Rahasia Bersuci




________________________